MAKASSAR, UNHAS.TV - Pelantikan presiden ke-8 Republik Indonesia pada 27 Oktober 2024 adalah momen bersejarah bagi masyarakat Indonesia.
Kabinet Merah-Putih yang didirikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, memulai masa kerjanya dengan formasi yang menonjol: 109 menteri dan wakil menteri.
Kabinet ini, yang disebut sebagai kabinet "gemuk", menimbulkan pertanyaan tentang tujuan dan efektivitasnya. Apakah ini taktik untuk mempertahankan posisi politik atau malah menimbulkan beban baru bagi pemerintahan?
Prabowo mengusung gagasan kabinet zaken, juga dikenal sebagai kabinet ahli, yang mengutamakan kemampuan dan profesionalisme di setiap bidang.
Namun, dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Prof Dr Armin Arsyad MSi, mengatakan, karena kebutuhan koalisi politik, kabinet ini akhirnya terbentuk dengan komposisi yang terutama dipengaruhi oleh dinamika politik balas budi.
Pemilihan presiden membutuhkan dukungan dari berbagai pihak dan para tim sukses yang mendukung Prabowo-Gibran kini menuntut nilai tukar setara.
Indonesia merupakan negara dengan keragaman geopolitik yang kompleks dan tersebar luas. Prabowo mencoba merekonsiliasi berbagai aliran, suku, kelompok, di dalam susunan kabinet, sehingga tidak ada daerah-daerah, etnis, atau agama, yang tidak terwakili, agar setiap kelompok dalam masyarakat merasa dihargai dalam struktur pemerintahan.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Periode 2018-2022 ini menyoroti bahwa meskipun kabinet Merah Putih kaya representasi, strukturnya yang gemuk berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggaran besar untuk gaji dan tunjangan bisa mencapai Rp 700-900 miliar per tahun, belum termasuk biaya operasional lainnya.
"Perlu pengawasan ketat, dan Prabowo harus segera mengevaluasi para menteri serta wakilnya, guna mengurangi posisi-posisi yang tidak efektif dan mempertahankan mereka yang benar-benar berkontribusi," kata Armin.
Di tengah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sudah berat, Prabowo dituntut memastikan struktur kabinetnya tetap efisien.
Presiden ke-8 ini yang dikenal sebagai salah satu presiden terkaya di Indonesia, memiliki kekuatan finansial yang tidak membuatnya bergantung pada kepentingan ekonomi tertentu.
"Prabowo tidak terpengaruh oleh uang yang beredar di sekitarnya. Dia memiliki potensi untuk memaksa kabinetnya tetap efisien dan jauh dari praktik-praktik korupsi," tutur Armin.
Komitmennya memberantas korupsi menjadi perhatian, mengingat korupsi sering kali dianggap menggerogoti sistem pemerintahan dari dalam. Armin menggambarkan korupsi sebagai proses di mana seseorang menanam jagung tetapi memasaknya sebelum ditanam.
"Harusnya ditanam dulu, surplusnya kita makan bersama sesuai porsi," imbuhnya.
Di sisi lain, Armin juga mencatat bahwa kabinet gemuk ini dapat menghadirkan keuntungan. Dengan jumlah menteri yang besar, para pejabat bisa lebih fokus pada tugas masing-masing dan mempercepat pencapaian tujuan pemerintahan.
Harapan masyarakat kepada Prabowo-Gibran dan kabinetnya cukup tinggi, dengan impian bahwa mereka dapat mengantar Indonesia menuju kesejahteraan dan keadilan sebagaimana cita-cita para pendiri republik.
"Prabowo, bersama Gibran, diibaratkan sebagai nakhoda yang akan membawa bangsa ini dari dermaga menuju pelabuhan Idaman. Idaman dalam artian: adil, makmur dan sentosa," lanjut Armin.
Dalam menjalankan kabinet ini, meritokrasi atau sistem berdasarkan kompetensi diharapkan menjadi pedoman utama, dengan memastikan setiap posisi diisi oleh individu yang memiliki kemampuan sesuai bidangnya.
Namun, Armin juga menilai bahwa reformasi di tubuh kabinet Prabowo-Gibran ini bisa menghadapi hambatan dari mereka yang memiliki kekuasaan dan memaksakan penempatan sosok yang kurang kompeten. Menurut teori the right man in the right place, jika posisi kabinet dan pemerintahan diisi oleh orang-orang tepat, maka dampak positifnya akan dirasakan dari tingkat pusat hingga daerah.
Dengan semua tantangan yang ada, Armin berharap Prabowo-Gibran membawa pembaruan demi mencapai tujuan pemerintahan yang efisien, bebas korupsi, serta membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Rizka Fraja/Unhas TV