MAKASSAR, UNHAS.TV - Presiden Prabowo Subianto menyampaikan niatnya mengevakuasi seribu warga Palestina korban agresi militer Israel dari Jalur Gaza ke Indonesia.
Rencana itu diumumkan saat dirinya bersiap melakukan lawatan ke Turki dan sejumlah negara Timur Tengah pada 9 April 2025 lalu. Namun, niat kemanusiaan itu tak luput dari sorotan tajam berbagai pihak di dalam negeri.
Dari Makassar, Sulawesi Selatan, suara penolakan datang dari Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Ustadz Dr. Abd Rahim Razaq, M.Pd.
Menurutnya, rencana evakuasi tersebut harus dipandang tidak semata sebagai langkah mulia, tapi juga dalam konteks geopolitik yang lebih luas dan penuh jebakan.
"Kalau dua juta penduduk Gaza dipindahkan ke Indonesia, di mana mau ditempatkan?" ujar Rahim kepada Unhas TV, Selasa siang (6/5), di sela-sela kegiatan dakwahnya di Makassar.
"Kita di sini, terutama di Jawa, sudah padat. Jadi ini bisa jadi siasat internasional agar wilayah Palestina dikuasai Israel," tegasnya.
Ia menilai pemindahan warga Palestina secara besar-besaran ke luar tanah kelahirannya bukanlah solusi, bahkan bisa menjadi bentuk pengikisan perlahan terhadap hak-hak historis rakyat Palestina atas tanah mereka.
Baginya, langkah tersebut bisa membuka celah bagi Israel untuk memperluas cengkeramannya di Gaza—wilayah yang terus dihantam serangan bertubi-tubi sejak akhir 2023. "Ini tidak menutup kemungkinan ada negosiasi agar Israel yang diuntungkan," tambahnya.
Ustadz Rahim mengingatkan, semangat perjuangan rakyat Palestina justru semakin kuat di tengah serangan brutal.
Bukan hanya dari dunia Islam, gelombang dukungan juga datang dari masyarakat internasional—dari Eropa, Asia, hingga Amerika Latin—yang turun ke jalan menyuarakan solidaritas bagi Gaza.
Alih-alih mengevakuasi, ia mendesak pemerintah Indonesia untuk memperkuat tekanan diplomatik terhadap Israel serta menggalang solidaritas global agar penjajahan segera dihentikan.
“Solusi terbaik bukan dengan memindahkan warga dari tanah airnya. Tapi dengan mendukung perjuangan mereka agar tetap bisa bertahan di tanah yang menjadi haknya,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah pusat belum merinci secara terbuka mekanisme evakuasi maupun tempat penampungan yang disiapkan untuk para pengungsi.
Namun Presiden Prabowo telah menyatakan kesiapan Indonesia untuk memberi perlindungan sementara bagi korban agresi Israel sebagai bentuk komitmen terhadap kemanusiaan.
Langkah ini memang mengandung dimensi kemanusiaan, tetapi juga membuka ruang perdebatan di antara mereka yang melihat konflik Palestina bukan hanya sebagai tragedi, tapi juga pertarungan eksistensial antara hak atas tanah dan diplomasi global.
Sementara rencana evakuasi seribu warga Palestina terus bergulir di tingkat kebijakan, suara-suara dari daerah seperti yang disampaikan Ustadz Abd Rahim Razaq menunjukkan bahwa isu Gaza tak hanya hidup di Timur Tengah, tetapi juga mengakar kuat di hati umat Islam Indonesia.
Dalam pusaran dilema antara nurani dan strategi, pemerintah dituntut untuk bersikap arif dan jernih. Apakah Indonesia siap memikul konsekuensi dari keputusan besar ini?
(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)