Opini

OPINI: Spirit Hiroshima untuk Tamalanrea

Delegasi Unhas di Hiroshima yang dipimpin Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa

Oleh: Dr. Eka Sastra*

Semilir angin menyambut kami saat memasuki pelataran Hiroshima, Jepang. Hari ini, 6 Agustus 2024, acara University Presidents for Peace Conference 2024 digelar di Hiroshima, kota yang dahulu jadi saksi bisu atas tragedi bom nuklir. Di sini, berbaring banyak jiwa dan serpih dari tragedi yang merenggut ribuan nyawa.

Saya datang bersama delegasi Universitas Hasanuddin yang dipimpin Rektor Unhas, Prof Dr Jamaluddin Jompa. Anggota delegasi lainnya adalah Sekretaris Rektor, Dr Sawedi Muhammad, Dekan Fakultas Kelautan Prof Safruddin, dan Direktur Aset, Dr Syahriadi.

Kami tidak hanya menghadiri peringatan tragedi Hiroshima dan Peace Conference yang diadakan setiap tahunnya, tetapi juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Unhas dan PT Kaden, Osaka, Jepang. Kami bahagia bisa menyaksikan momen penting ini.

Setiap tanggal 6 Agustus, pemerintah dan masyarakat Jepang selalu memperingati tragedi Hiroshima. Setiap tahun, mereka akan mendatangi Taman Peringatan Perdamaian Hiroshima, yang telah ditetapkan Unesco sebagai situs warisan dunia.

Di taman ini, terdapat Kubah Genbaku, atau Kubah Bom Atom (原爆ドーム, Genbaku Dōmu). Ini adalah satu-satunya reruntuhan bangunan yang masih berdiri di kawasan sekitar bom atom Hiroshima pada akhir Perang Dunia II.

Reruntuhan ini berfungsi sebagai peringatan bagi lebih dari 140.000 orang dalam pemboman tersebut. Reruntuhan ini menjadi pengingat akan dampak destruktif perang nuklir. Reruntuhan ini menjadi saksi yang melintasi zaman, menjadi penanda tentang terjadinya satu peristiwa besar di masa silam.

Orang Jepang tidak larut dalam nestapa saat mengenang tragedi itu. Mereka menyerap hikmah dan menatap masa kini dan masa depan. Mereka mengambil spiritnya yakni peperangan selalu menyisakan tragedi dan kesedihan. Generasi hari ini seyogyanya mempromosikan perdamaian serta persahabatan demi membangun dunia yang lebih baik.

Hari ini, kita menyaksikan Hiroshima sebagai kota modern yang mempromosikan perdamaian. Kota ini menyambut semua pengunjung yang hendak napak tilas dan menelusuri tragedi masa lalu. Kota ini jadi simbol perdamaian, serta memberikan perjalanan spiritual bagi yang mengunjunginya.

Delegasi Unhas di Hiroshima

Tragedi di Hiroshima menjadi awal bagi bangsa Jepang untuk bangkit. Mereka memang kalah dan lebur dalam peperangan, namun dalam waktu singkat mereka bangkit dan menjadi kekuatan ekonomi dunia. Mereka punya spirit kuat untuk menjadi bangsa yang unggul di lapangan ekonomi, teknologi, serta simbol kemajuan.

Seyogyanya, kita sebagai bangsa Indonesia, juga perlu menyerap kearifan yang terselip di semua kisah-kisah dan tragedi. Jika kita ingin jadi bangsa maju, maka kita harus tetap berdiri di atas landasan dan warisan sejarah kita yang kaya dan menyajikan banyak pembelajaran.

Jika kita ingin jadi bangsa unggul di tahun 2045, maka kita perlu memiliki visi kuat untuk menyerap masa lalu dan menjadikannya bahan bakar untuk melejit di masa depan. Kita perlu menguasai lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar bisa berkompetisi di era padat pengetahuan.

Dalam beberapa tahun terakhir, saya sering mengunjungi Jepang bersama delegasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Saya mengamati bagaimana orang Jepang bisa berkolaborasi dengan siapa saja, utamanya dalam lapangan bisnis. Mereka memiliki spirit nasionalisme yang kuat, serta punya ide-ide kemajuan.

Namun, jika kita ingin jadi bangsa unggul sebagaimana Jepang, dari manakah kita memulainya?

Saya ingat satu kisah yang sering dituturkan semasa kecil mengenai kota ini. Saat tragedi Hiroshima dan Nagasaki terjadi, Kaisar Jepang tidak bertanya berapa jumlah jenderal yang tersisa. Dia tidak bertanya tentang berapa mesin perang dan psawat yang ada.

Dia bertanya, berapa jumlah guru yang tersisa. Sebab, kepada para gurulah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan. Mereka membenahi pendidikan, meletakkan visi besar di benak anak-anak sekolah, serta merancang masa depan yang lebih baik.

Inilah spirit penting yang harus dipancangkan. Kita perkuat sistem pendidikan agar bangsa kita berlayar menuju pantai harapan..

Spirit penting ini yang perlu kita bangun di Tamalanrea agar kampus Unhas selalu menjadi tempat di mana “putra-putrinya kini bangkit dengan jiwa Hasanuddin,” agar kampus Unhas selalu jadi rumah yang merawat pengetahuan, tradisi, serta mewarnai kanvas masa depan.

Menyala kampusku! Menyala bangsaku!

*Penulis adalah alumni Unhas, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN.