Watch Unhas TV Live
Watch Unhas TV Live
Polhum

Perang Algoritma untuk Menang Pilkada

Super Admin14 May, 2024
ilustrasi

Oleh: Yusran Darmawan*

Di satu sudut hotel di Jakarta, bapak itu membuka pembicaraan. Dia seorang calon kepala daerah yang akan berlaga di pilkada mendatang. Dia sudah mengantongi rekomendasi partai. Malam itu dia mengajak saya untuk berbincang.

Dia tak basa-basi. Dia to the point. Dia membuka pertanyaan: “Berapa biaya yang diperlukan untuk membangun laskar digital untuk menang pilkada?” Saya terkejut. Sekian detik berikutnya, saya balik bertanya, “Berapa yang bapak sanggupi?”

Di awal reformasi, semua politisi amat gandrung dengan pendekatan survei politik. Survei menjadi satu metode yang digunakan semua politisi, partai, hingga berbagai lembaga. Survei menjadi kompas bagi strategi politik dan pemenangan kandidat.

Namun sejak pilpres tahun 2014, bertambah lagi amunisi yang harus dilengkapi. Bukan sekadar survei, tetapi juga laskar media sosial. Publik menyaksikan bagaimana media sosial menjadi arena tempur bagi semua kubu politik.

Semua gerilya, mencari massa, membidik target, hingga mengeluarkan bujuk rayu di medsos. Berbagai konten, mulai dari konten positif hingga hoaks juga direproduksi di media sosial. Semuanya dipakai untuk menang.

Sejak era covid-19, daya jelajah seorang politisi dan tim kampanye akan sangat terbatas. Di pilkada ini, pengolahan konten dan informasi akan menjadi jantung utama yang menggerakkan semua kerja-kerja politik.

Jika informasi dikemas dengan baik, maka kemenangan berada di depan mata. Untuk itu butuh satu strategi yang matang. Jika algoritma media dikenali dengan baik, pesan-pesan akan lebih fokus dan tepat sasaran.

“Seperti apa postur laskar media sosial?” tanya bapak itu.

Tak ada acuan tetap untuk merancang tim. Namun jika berpatokan pada pilpres barusan, ada tiga tim yang harus dibentuk.

Pertama, tim intelektual. Tim ini yang bertugas untuk mengolah semua informasi, membaca data-data statistik, lalu memberikan rekomendasi isu-isu apa yang akan diangkat di media sosial.

Tim ini akan menyusun semua naskah ilmiah, mulai dari visi misi, hingga bahan kampanye. Tim ini harus bisa menerjemahkan semua yang rumit menjadi bahasa orang awam. Dalam konteks pilkada, tim ini harus bisa mengolah isu lokal sekaligus menemukan di mana kelemahan kandidat lain.

Kedua, tim defensif. Tim ini bertugas untuk membentuk semua counter opini yang disebarkan oleh lawan. Pilkada identik dengan permainan isu. Semua kubu tidak cuma ingin memasarkan branding dirinya secara tepat, tetapi juga menyebar berbagai hoaks.

Tim defensif akan melakukan klarifikasi, berkoordinasi dengan media, serta merancang semua konten, meme, dan pesan-pesan politik. Tim ini akan rajin memantau semua konten di media sosial terkait satu daerah, kemudian menentukan respon yang tepat.

HALAMAN BERIKUTNYA –>

1 2