TOKYO, UNHAS TV — Di tengah kegelisahan global terhadap bahaya plastik sekali pakai dan krisis iklim yang makin memburuk, sekelompok ilmuwan Jepang menghadirkan harapan baru: plastik yang bisa larut dalam air laut hanya dalam hitungan jam dan berubah menjadi penyubur tanah dalam waktu kurang dari dua minggu. Inovasi ini bukan sekadar solusi, melainkan sebuah lompatan paradigma menuju masa depan bumi yang lebih lestari.
Penemuan mutakhir ini merupakan hasil kolaborasi antara RIKEN Center for Emergent Matter Science dan Universitas Tokyo. Pertama kali diumumkan pada akhir tahun 2024 dan dipublikasikan dalam jurnal Science, plastik ini tidak hanya menghilang tanpa jejak di laut, tetapi juga memperkaya tanah dengan unsur fosfor dan nitrogen—dua nutrisi utama dalam pupuk. Lebih dari itu, proses penguraiannya nyaris tidak menghasilkan karbon dioksida, menjadikannya ramah bagi atmosfer dan berpotensi menekan laju perubahan iklim.
Plastik baru ini dibuat dari senyawa natrium heksametafosfat—bahan aditif makanan yang telah dikenal aman—dan monomer berbasis ion guanidinium. Keduanya membentuk jembatan garam silang (cross-linked salt bridges) yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas layaknya plastik konvensional. Ia bisa sekeras pelapis anti-gores, sekuat bahan bangunan, namun juga selentur karet. Tak hanya itu, plastik ini tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan dapat dibentuk ulang seperti termoplastik saat dipanaskan di atas 120°C.
“Dengan bahan baru ini, kami menciptakan keluarga plastik yang kuat, stabil, dapat didaur ulang, memiliki banyak fungsi, dan yang terpenting, tidak menghasilkan mikroplastik,” ungkap Takuzo Aida, peneliti utama dari RIKEN, sebagaimana dikutip The Japan Times (29 November 2024).
Berbeda dari plastik biasa yang membutuhkan ratusan tahun untuk terurai dan kerap pecah menjadi mikroplastik, plastik buatan Jepang ini larut sempurna di air laut dalam beberapa jam. Sementara di tanah, ia terurai sepenuhnya dalam 10 hari. Yang menarik, 91% dari komponen heksametafosfat dan 82% dari ion guanidinium dapat diambil kembali dalam bentuk serbuk dan digunakan ulang—mewujudkan prinsip ekonomi sirkular yang selama ini dianggap utopis dalam dunia industri.