MAKASSAR, UNHAS.TV - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi memisahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi dua entitas terpisah: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan.
Langkah ini bertujuan memperkuat fokus dan efisiensi dalam mengelola masing-masing sektor, mengingat kompleksitas kehutanan di Indonesia yang mencakup lebih dari 120 juta hektar lahan, atau 60% dari total daratan negara.
Menurut Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas) sekaligus Ketua Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Kehutanan Indonesia (FOReTIKA) 2024-2027 Prof Dr Ir A Mujetahid M SHut MP, kebijakan ini memungkinkan kehutanan mendapatkan perhatian khusus.
"Sektor kehutanan tidak hanya tentang hutan, tetapi juga masyarakat sekitar, tata ruang, dan berbagai fungsi lainnya," jelasnya.
Pemisahan ini memberikan peluang untuk pengelolaan kehutanan yang lebih terfokus, namun tetap memerlukan koordinasi erat antara kementerian, mengingat isu lingkungan dan kehutanan saling terkait.
Jika dikelola dengan baik, kebijakan ini dapat mendukung target nasional, seperti penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,98% pada 2030.
Namun, masa transisi ini menuntut penyesuaian struktural, seperti pembentukan tim yang profesional dan kolaborasi lintas sektor. Mujetahid menekankan pentingnya pendekatan yang terintegrasi agar semua pihak dapat berkontribusi dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Masalah utama yang dihadapi sektor kehutanan mencakup penegakan aturan tata ruang, pengendalian kebakaran hutan, dan pengurangan deforestasi.
Kebakaran hutan, meskipun menurun dalam beberapa tahun terakhir, tetap menjadi ancaman yang membutuhkan pengawasan ketat. Selain itu, konversi lahan harus melalui kajian mendalam untuk memastikan keberlanjutan.
"Setiap jenis hutan memiliki fungsinya masing-masing, seperti hutan produksi untuk kayu atau hutan lindung untuk konservasi. Kita harus patuh terhadap fungsi tersebut agar pengelolaannya tetap berkelanjutan," ungkap Mujetahid.
Sulawesi Selatan, sebagai salah satu wilayah dengan kawasan hutan yang luas, memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Hutan di wilayah ini, seperti yang terdapat di Taman Nasional Bantimurung dan Takabonerate, dapat dimanfaatkan untuk jasa lingkungan dan kegiatan ekonomi berbasis masyarakat.
Universitas Hasanuddin juga berkontribusi melalui Hutan Pendidikan seluas 1.460 hektar. Mujetahib berharap kawasan ini dapat menjadi model pengelolaan hutan berbasis pendidikan dan pariwisata, sekaligus ikon universitas. "Kami ingin hutan pendidikan ini dapat dioptimalkan oleh seluruh fakultas," ujarnya.
Anggota International Union of Forest Research Organization (IUFRO) ini menutup dengan mengingatkan bahwa permasalahan kehutanan adalah tanggung jawab bersama.
"Pemanasan global dan perubahan iklim sudah kita rasakan dampaknya. Semua pihak, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat, harus mengambil peran nyata demi menjaga kelestarian hutan dan mencapai target lingkungan di masa depan," pungkasnya.
Pemisahan kementerian ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam mendorong pengelolaan kehutanan yang lebih efektif dan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat serta lingkungan.
Rizka Fraja (Unhas TV)