Dari Tamalanrea, Universitas Hasanuddin menggerakkan Thematic Research Group (TRG), sebuah mesin inovasi yang merekatkan riset lintas disiplin, menjawab isu strategis bangsa, sekaligus membuka pintu kolaborasi global.
***
Di sebuah ruang konferensi di Tokyo, para peneliti Unhas tampak berdiskusi hangat dengan rekan mereka dari universitas Jepang. Topik yang mereka bahas beragam, dari bioteknologi kelautan hingga pangan berkelanjutan.
Bagi mereka, kolaborasi lintas negara bukan lagi sesuatu yang langka. Inilah wajah baru Unhas: peneliti dari timur Indonesia yang percaya diri duduk sejajar dengan mitra internasional, membicarakan solusi atas isu global.
Jaringan kerja seperti itu tidak muncul begitu saja. Ia lahir dari sebuah kerangka besar yang digagas di era kepemimpinan Rektor Prof. Jamaluddin Jompa: Thematic Research Group (TRG).
Bagi Prof. JJ, sapaan akrabnya, riset tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, apalagi hanya berhenti pada publikasi. Riset harus ditopang kerja kolektif, lintas disiplin, dan mampu menjawab isu-isu strategis bangsa.
TRG lahir dari kesadaran bahwa riset yang terfragmentasi membuat universitas sulit bersaing. Dengan TRG, riset disatukan dalam tema besar yang melibatkan dosen, mahasiswa, dan mitra lintas sektor. Hasilnya, kini tercatat 311 kelompok riset yang melibatkan 1.244 peneliti, berkolaborasi dengan 513 mitra internasional.
Jumlah itu bukan sekadar angka. Ia mencerminkan ekosistem akademik yang bekerja seperti jejaring: peneliti muda belajar metodologi mutakhir dari senior, sementara profesor senior menyalurkan pengalaman dan membuka akses jejaring global.
Pola ini membuat riset Unhas tidak lagi berjalan dalam sekat disiplin. Kelompok riset kesehatan berkolaborasi dengan ahli teknologi untuk mengembangkan sistem diagnosis berbasis digital.
Peneliti kelautan berdialog dengan ahli sosial untuk merancang kebijakan perikanan yang berkeadilan. Sementara riset energi berpadu dengan pakar hukum dan kebijakan publik, memastikan transisi energi tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga berlandaskan regulasi yang berpihak pada masyarakat.
Dari Laboratorium ke Kehidupan Nyata
TRG sejak awal tidak dirancang hanya untuk mengejar target publikasi di jurnal bereputasi. Prof. JJ menekankan bahwa riset harus menjejak bumi, menjawab persoalan nyata, dan memberi manfaat langsung.
Karena itu, tema-tema yang dipilih tidak acak, melainkan diarahkan pada kebutuhan strategis bangsa: ketahanan pangan, pengelolaan laut berkelanjutan, energi terbarukan, kesehatan masyarakat, hingga mitigasi perubahan iklim.
Dari kerangka inilah lahir berbagai capaian konkret. Salah satunya adalah varietas jagung unggul JJ-UH02, hasil riset TRG Pangan. Benih ini dikembangkan untuk tahan iklim ekstrem dan kini ditanam di lahan-lahan petani di Sulawesi Selatan.
Harapannya, jagung ini bisa menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Di sisi lain, TRG Kelautan merancang sistem budidaya rumput laut ramah lingkungan serta teknologi monitoring stok ikan berbasis digital. Teknologi ini memberi nelayan alat untuk menjaga kelestarian ekosistem laut sekaligus meningkatkan nilai ekonomi tangkapan mereka.
Pada ranah kesehatan, TRG Kesehatan meneliti potensi biofarmaka berbasis tumbuhan lokal sebagai alternatif obat, sekaligus mengembangkan program intervensi pencegahan stunting di wilayah pesisir. Hasil riset mereka tak hanya memperkaya publikasi ilmiah, tetapi juga memberi rekomendasi kebijakan kesehatan yang lebih inklusif.
Sementara itu, TRG Energi Terbarukan mengembangkan riset biodiesel berbasis mikroalga dan panel surya untuk desa-desa terpencil. Proyek ini bukan hanya mendukung transisi energi nasional, tetapi juga memberi solusi konkret bagi daerah yang selama ini kesulitan akses listrik.
Setiap kisah ini memperlihatkan bahwa TRG adalah jembatan: dari laboratorium menuju kehidupan nyata.
Jaringan Global, Akar Lokal
Keistimewaan TRG ada pada kemampuannya menautkan global dan lokal sekaligus. Di satu sisi, jejaring internasional menjadi pintu masuk bagi peneliti Unhas untuk masuk ke percakapan sains mutakhir.
Kolaborasi dengan universitas di Tokyo, Canberra, Honolulu, hingga Rotterdam membuka ruang bagi publikasi bersama di jurnal bereputasi, pertukaran pengetahuan dengan laboratorium kelas dunia, dan kesempatan mengakses teknologi canggih yang mungkin belum tersedia di Makassar.