
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Fitriwati Jaman. (dok unhas.tv)
Namun, di balik semua potensi itu, tantangan juga membayang. Salah satunya adalah keamanan siber. Transaksi lintas negara membuka celah kerentanan sistem jika tidak dibarengi dengan standar perlindungan global.
“Standarisasi keamanan global mutlak dibutuhkan. Selain itu, literasi digital bagi pelaku usaha dan pengguna masih menjadi PR besar, apalagi jika berbicara tentang negara-negara dengan infrastruktur teknologi yang belum merata,” jelasnya.
Pemerintah pun didorong untuk memperkuat kerja sama bilateral dan regional guna memastikan adopsi QRIS di berbagai negara berjalan lancar.
Fitri optimistis, dengan strategi yang tepat, QRIS bukan hanya akan menjadi alat transaksi nasional, tapi bisa menjadi kekuatan baru sistem pembayaran di Asia Tenggara, bahkan dunia.
“QRIS adalah peluang emas Indonesia. Bukan tidak mungkin, suatu saat nanti kita menyaksikan dominasi QRIS bersaing dengan Visa atau Mastercard,” pungkasnya.
Dengan kesiapan sistem, dukungan pemerintah, dan penerimaan publik yang masif, QRIS tak lagi sekadar alat transaksi. Ia telah menjadi simbol modernisasi, efisiensi, dan kekuatan ekonomi digital Indonesia di panggung global.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas.TV)