UNHAS.TV – Setiap bulan Ramadan, Masjid Al-Markaz Al-Islami di Makassar bukan hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga denyut ekonomi kecil bagi para pedagang.
Keberadaan ribuan jamaah yang datang untuk salat dan beribadah menjadi peluang bagi pelaku usaha kecil untuk menawarkan dagangan mereka, mulai dari pakaian muslim, peci, makanan takjil, hingga pernak-pernik keagamaan.
Tidak hanya sebagai tempat ibadah terbesar di Makassar, masjid ini juga menjadi salah satu pusat perputaran ekonomi mikro yang penting.
Sejumlah pedagang mengakui bahwa Ramadan adalah momen terbaik untuk meningkatkan pendapatan mereka, dengan transaksi yang bisa meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan hari biasa.
Para pedagang yang berjualan di pelataran dan halaman masjid menjadikan tempat ini sebagai pasar musiman yang ramai menjelang berbuka puasa dan setelah salat tarawih.
Fitri, seorang pedagang pakaian muslim dan peci, mengaku telah berdagang di area masjid ini sejak tahun 2005.
Selama hampir dua dekade, ia telah mengalami berbagai perubahan kebijakan yang diterapkan pengelola masjid.
Awalnya, ia berjualan di lantai satu masjid, tetapi kebijakan terbaru enam bulan lalu memindahkan para pedagang ke pelataran untuk menata ulang kawasan niaga di dalam masjid.
Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang lebih luas bagi jamaah dan memastikan aktivitas keagamaan tetap berjalan dengan khusyuk tanpa gangguan.
Menurut data dari Dinas Perdagangan Kota Makassar, keberadaan pasar Ramadan di sekitar masjid-masjid besar, termasuk Al-Markaz, berkontribusi pada perputaran ekonomi yang signifikan.
Selama bulan puasa, transaksi di sektor informal seperti ini mengalami kenaikan lebih dari 30% dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Makassar, tetapi juga di berbagai kota besar di Indonesia, di mana masjid menjadi titik pusat aktivitas ekonomi selama Ramadan.
Namun, tidak semua pedagang dapat bertahan menghadapi perubahan kebijakan ini. Sebagian dari mereka mengaku harus menyesuaikan strategi penjualan, seperti berjualan di jam-jam tertentu atau memilih produk yang lebih cepat laku.
Selain itu, faktor persaingan juga menjadi tantangan, karena jumlah pedagang yang terus bertambah setiap tahunnya.
Penelitian dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa sektor usaha kecil di Indonesia mengalami peningkatan omset selama Ramadan, tetapi di sisi lain juga menghadapi tantangan dalam hal regulasi dan daya saing.
Bagi Fitri dan para pedagang lainnya, Ramadan bukan hanya tentang menjalankan ibadah, tetapi juga tentang mencari rezeki di tengah dinamika kebijakan dan perubahan pasar.
Dengan semakin berkembangnya pola konsumsi masyarakat saat Ramadan, diharapkan ada solusi yang menguntungkan bagi semua pihak—baik pengelola masjid, jamaah, maupun pedagang yang menggantungkan hidupnya pada momen ini. (*)
(Andrea Ririn Karina / Unhas.TV)