News
Program
Unhas Speak Up

Redenominasi Rupiah, Ekonom Unhas Ingatkan Stabilitas Politik Jadi Kunci Utama



Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Prof Dr Abdul Hamid HB S MSi saat menghadiri program siniar Unhas Speak Up. (dok unhas tv)


Turki pernah mengalami inflasi di atas 100% dan kejatuhan nilai kurs yang drastis. Pada 2005, negara itu memotong enam digit nol dari lira. Setelah itu, inflasi Turki turun hingga di bawah 10% dan stabil beberapa tahun, meski belakangan kembali meningkat.

Sebaliknya, Zimbabwe menjadi contoh redenominasi yang gagal. Tiga kali melakukan redenominasi dilakukan, namun tetap gagal menahan inflasi yang mencapai angka fantastis: 250.000.000%.

“Faktor utamanya adalah instabilitas politik. Bank sentral tidak independen, uang dicetak untuk kepentingan politik, akhirnya inflasinya tak terkendali”, ujarnya.

Prof Abdul Hamid menegaskan bahwa pelajaran terbesar bagi Indonesia adalah menjaga stabilitas politik.

“Ini faktor yang paling penting. Kalau politik goyah, ekonomi ikut goyah. Inflasi naik, nilai tukar jatuh. Redenominasi tidak akan berhasil”, tegasnya.

Selain stabilitas politik, pemerintah juga harus menjaga inflasi, stabilitas kurs, dan kredibilitas kebijakan ekonomi.

Jika redenominasi diterapkan, masyarakat akan mengalami “money illusion”, yaitu persepsi keliru bahwa barang menjadi lebih murah hanya karena angkanya lebih kecil.

Contohnya sudah terlihat pada harga-harga kafe yang ditulis dalam 25K, yang terasa lebih murah dibanding Rp25.000.

“Ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Tapi pemerintah harus melakukan sosialisasi besar-besaran agar masyarakat tidak salah paham”, kata Prof Abdul Hamid.

Ia juga menekankan pentingnya edukasi hingga ke daerah, agar tidak terjadi misinformasi yang bisa berdampak buruk, terutama pada transaksi di masyarakat pedesaan.

Menurutnya, jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, pelaksanaannya kemungkinan akan dilakukan secara bertahap, baik dalam peredaran uang baru, penyesuaian harga, sampai adaptasi sistem pembayaran di pusat-pusat ekonomi.

“Tantangannya bukan hanya soal teknis, tapi juga kesiapan masyarakat”, tutupnya.

(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas TV)