Ekonomi
News

Rupiah Masuk 10 Mata Uang Terlemah Dunia, ISEI Makassar Bahas Redenominasi dan Solusi Jaga Kredibilitas

REDENOMINASI. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Makassar menggelar diskusi dengan tajuk Redenominasi Rupiah dan implikasinya Terhadap Kesejahteraan Rakyat di Hotel Shantika, Makassar, Kamis (30/10/2025). (dok unhas.tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Makassar menggelar diskusi mendalam mengenai Redenominasi Rupiah dan implikasinya terhadap kesejahteraan rakyat di Hotel Shantika, Makassar, Kamis (30/10/2025).

Kegiatan ini mengemuka di tengah sorotan kritis terhadap nilai mata uang Rupiah, yang oleh pakar disebut masuk dalam jajaran 10 mata uang terlemah di dunia.

Diskusi yang dimoderatori oleh akademi FEB UNM Ahmad AR Faqhruddin Ar-Rab SE MEc Dev ini dihadiri oleh pengurus ISEI, dosen, mahasiswa, serta senior ISEI, termasuk mantan rektor Unhas Prof. Basri Hasanuddin.

Ketua ISEI Cabang Makassar, Prof Dr Nursini SE MA berharap forum ini menjadi wadah kontribusi pemikiran untuk pembangunan nasional.

"Kami berharap dalam forum seperti ini banyak pemikiran yang hadir agar bisa berkontribusi dalam pembangunan nasional," kata Prof. Nursini.

Ia menjelaskan bahwa ISEI ingin mendapatkan kajian mendalam, secara intelektual, mengenai apakah kebijakan redenominasi rupiah sudah memenuhi syarat untuk diterapkan dan apa dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Ancaman Currency Substitution

Pembahasan dari sisi teknis dan kredibilitas disampaikan oleh pakar ekonomi dan keuangan Dr Muhammad Syarkawi Rauf SE ME. Ia menyatakan bahwa tujuan utama redenominasi adalah meningkatkan kredibilitas rupiah.

"Redenominasi itu kan meningkatkan kredibilitas rupiah, karena selama ini nilai nominal rupiah sangat tinggi dibandingkan mata uang negara lain," jelas Dr. Syarkawi Rauf.

Fakta mencengangkan diungkapkannya terkait peringkat Rupiah milik Indonesia yang masuk 10 besar dengan nilai terlemah di dunia.

"Bahkan kalau kita lihat the weakest currency in the world itu untuk 10 besar, mata uang dengan nilai yang paling lemah itu ya salah satunya rupiah," ujarnya.

Ia khawatir jika situasi nilai rendah ini berlanjut, akan terjadi currency substitution di mana masyarakat lebih banyak menggunakan mata uang negara lain seperti dolar AS.

Ekonom senior dari FEB Unhas, Prof H Marsuki DEA PhD menambahkan bahwa urgensi redenominasi dilihat dari efisiensi kebijakan administrasi, terutama dalam transaksi dan pencetakan uang. Namun, ia menekankan urgensi yang paling penting adalah kredibilitas dari mata uang.

Rektor Unhas periode 1989-1997, Prof. Basri Hasanuddin, yang memiliki pandangan berbeda, menyuarakan kehati-hatian.

"Isu yang diangkat hari ini, Penting atau nda penting sy tidak tahu," ujar Prof. Basri dalam sesi diskusi. Ia memberikan peringatan keras.

"Kalau menurut saya, kalau urusan uang kita harus hati-hati, tidak boleh revolusioner. Redenominasi ini revolusioner, saya lebih setuju konvensional."

Menutup diskusi, Prof. Nursini mengakui adanya perdebatan pandangan yang tajam. Ia menyimpulkan bahwa perbaikan fundamental ekonomi dalam negeri dan situasi masyarakat di level bawah harus menjadi prioritas.

"Tadi kita mendengar ada perdebatan-perdebatan ini bisa dilakukan, ini tidak bisa dilakukan," kata Prof. Nursini. Ia berjanji bahwa ISEI Cabang Makassar akan melanjutkan diskusi-diskusi yang lebih aktual, yang lebih menyentuh kepada masyarakat.

(Amina Rahma Ahmad / Risnawati Suardi / Unhas.TV)