UNHAS.TV - Bagi sebagian orang, menikmati segelas es di tengah terik siang hari adalah kenikmatan yang sulit ditolak.
Namun di balik sensasi segar itu, tersembunyi risiko yang tak bisa diabaikan, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit tertentu.
Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dr Marhaen Hardjo MBiomed PhD mengingatkan bahwa konsumsi minuman dingin seperti es sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, terutama oleh penderita gangguan pernapasan seperti asma.
“Kalau dia punya riwayat alergi atau asma terhadap temperatur dingin, sebaiknya dihindari untuk mengonsumsi es,” ujar dokter Marhaen.
Menurutnya, suhu dingin dari es dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di sekitar tenggorokan.
Akibatnya, aliran darah berkurang, sehingga sistem kekebalan tubuh pun menurun. Hal ini membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi virus atau bakteri.
Fenomena ini didukung oleh beberapa penelitian ilmiah. Salah satunya adalah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Immunology, yang menunjukkan bahwa suhu dingin pada saluran pernapasan atas dapat memperlambat respon imun lokal.
Selain itu meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Sementara itu, dalam studi lain yang dimuat dalam Respiratory Medicine, disebutkan bahwa paparan udara dingin atau minuman dingin bisa memicu bronkospasme—kondisi ketika otot-otot di sekitar saluran udara menyempit—pada penderita asma.
Bronkospasme ini memicu batuk, sesak napas, hingga serangan asma akut. “Jadi bukan semata soal suhu dingin yang kita konsumsi, tapi bagaimana tubuh merespons perubahan suhu tersebut, terutama pada orang dengan sensitivitas tinggi terhadap dingin,” terang Dokter Marhaen.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa bagi orang sehat yang tidak memiliki gangguan pernapasan atau alergi dingin, minum es sebenarnya tidak masalah.
Namun ia tetap menyarankan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan pola makan sehat dan gaya hidup seimbang.
“Kuncinya adalah mengenali kondisi tubuh masing-masing. Jangan memaksakan konsumsi es jika tubuh menunjukkan reaksi negatif. Lebih baik mencegah daripada memperburuk kondisi yang sudah ada,” katanya.
Dosen yang menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Biokimia Medis ini juga mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap kebersihan es itu sendiri.
“Es batu yang tidak higienis bisa menjadi media penularan bakteri seperti Escherichia coli dan Salmonella,” tambahnya.
Dengan kata lain, es memang bisa menyegarkan, tetapi tidak untuk semua orang. Bagi sebagian lainnya, segelas es yang tampak sepele bisa memicu gangguan kesehatan serius.
Maka, sebelum menyesap dinginnya es, ada baiknya bertanya dulu pada tubuh kalian, siapkah saya menerima dingin ini?
(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)