MAKASSAR, UNHAS.TV – Tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Muchlisa di perairan Penajam, Kalimantan Timur, pada 5 Mei 2025 masih menyisakan tanda tanya besar terkait penyebab pastinya.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Teknik Kelautan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Daeng Paroka ST MT PhD menekankan bahwa kecelakaan ini seharusnya dilihat sebagai akibat dari serangkaian faktor yang saling berkaitan.
“Kalau kita lihat data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dari beberapa kasus kecelakaan pelayaran memang yang paling dominan adalah kelalaian manusia (human error) dan faktor cuaca,” kata Prof Paroka dalam program siniar Unhas Speak Up di Unhas.TV, Rabu (21/5/2025).
“Namun, kecelakaan laut seperti ini bisa saja merupakan akumulasi dari rentetan kelalaian, yang selama ini tidak pernah didudukkan dan dibahas bersama secara tuntas,” tambahnya.
Lebih lanjut, alumnus Jurusan Teknik Perkapalan ini menguraikan kemungkinan yang terjadi berdasarkan kondisi terakhir kapal sebelum tenggelam.
Dikatakan Prof Paroka, meskipun kapal sudah kemasukan air dan dalam posisi miring, secara teori kapal masih bisa bertahan. Namun, kondisi akan memburuk apabila air terus masuk dan tingkat kemiringan bertambah.
“Yang saya khawatirkan, muatan kendaraan di atas geladak ikut bergeser karena kapal miring. Ini bisa menambah beban ke satu sisi dan akhirnya menyebabkan kapal terbalik,” jelasnya.
Menurut Guru Besar Bidang Stabilitas Kapal ini, kondisi seperti itu pernah terjadi di beberapa kecelakaan serupa di Indonesia. Terutama yang melibatkan jenis Kapal Motor Penyeberangan.
Salah satunya di perairan antara Surabaya dan Bali, di mana saat cuaca ekstrem, kendaraan terguling ke satu sisi dan menyebabkan kapal kehilangan keseimbangan.
“Kalau kendaraan di atas geladak itu dilashing (diikat) dengan baik, walaupun cuaca buruk, kendaraan tidak akan tergeser. Dan kapal tidak akan serta-merta tenggelam,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya diskusi terbuka dan investigasi menyeluruh. “Kita belum punya data apakah penyebabnya murni cuaca atau ada faktor lain," ujarnya.

Guru Besar Stabilitas Kapal FT Unhas Prof Daeng Paroka PhD. (dok Unhas.TV)
"Yang kita harapkan, mari kita duduk bersama, lakukan investigasi, simulasi, penelitian, agar bisa diketahui secara pasti rangkaian penyebabnya. Terutama dalam kajian ilmiah,” kata pemegang PhD dari Osaka University tahun 2007 ini.
Mantan Wakil Dekan III Fakultas Teknik ini juga menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap aturan keselamatan pelayaran, termasuk kewajiban pengikatan kendaraan di atas kapal feri.
“Kadang banyak yang mengatakan, kita sudah biasa melakukan seperti ini, tidak terjadi apa-apa. Ya kalau kondisi normal, memang akan baik-baik saja.
"Padahal peraturan itu dibuat untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga, seperti kondisi darurat. Pertanyaannya sekarang, apakah semua kapal feri sudah menjalankan itu?” ucapnya.
Terkait aspek teknis dan kelayakan kapal, ia menyebut bahwa pemeriksaan rutin oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) seharusnya menjadi pengawas utama. Karena kapal ini berada dalam Klas BKI.
“BKI sebagai lembaga klasifikasi resmi pemerintah melakukan survei tahunan dan empat tahunan. Jika ada rekomendasi perbaikan, maka itu harus segera dilaksanakan,” tuturnya.
Tragedi KMP Muchlisa seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan pelayaran di Indonesia.
“Jangan sampai kejadian seperti ini terus berulang tanpa ada langkah mitigasi yang konkret. Banyak peristiwa seperti ini ini terus berulang. Kita harus belajar dari setiap kejadian,” pungkas Ketua Himpunan Mahasiswa Perkapalan (HMP) Unhas tahun 1994 ini.
(Iffa Aisyah Rahman/ Unhas.TV)