Kesehatan
Unhas Health

Tantrum, Speech Delay hingga ADHD, Alarm atau Gangguan? Golden Age Anak Jangan Terlewatkan



Dr dr Martira Maddepungeng SpA(K) Subsp TKPS, Dokter Anak Konsultan Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial (dok unhas.tv)


Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) kerap disalahpahami sebagai kenakalan atau kurang didikan. Padahal, keduanya berbeda.

“ADHD baru bisa didiagnosis setelah usia tiga tahun. Ciri utamanya anak tidak mampu mengorganisasi diri, mudah lupa, bertindak spontan tanpa berpikir konsekuensi, dan sulit fokus. Ini berbeda dengan sekadar anak aktif,” jelas Martira.

ADHD berdampak panjang: kesulitan akademik, hambatan interaksi sosial, hingga masalah emosional di usia remaja dan dewasa.

Penanganannya pun kompleks, melibatkan terapi perilaku hingga obat-obatan pada kasus berat. “Yang penting, jangan buru-buru memberi label ‘nakal’. Perlu pemeriksaan menyeluruh,” ujarnya.

Di balik berbagai gangguan tumbuh kembang, pola asuh orang tua sering menjadi faktor kunci. “Kesalahan paling umum adalah membiarkan, menunda, atau menganggap semua hal wajar. Padahal setiap anak wajib dimonitor perkembangannya,” kata dr. Martira.

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebenarnya sudah menyediakan panduan sederhana. Namun, penggunaannya belum maksimal.

Banyak orang tua tidak rutin mengukur berat badan, tinggi, atau kemampuan perkembangan anak sesuai usia. “Kalau tidak pernah diukur, bagaimana tahu ada masalah?” tegasnya.

Sistem kesehatan pun sudah berupaya menyediakan layanan. Puskesmas memiliki jadwal skrining tumbuh kembang di usia 6, 9, dan 12 bulan.

Rumah sakit besar menyediakan klinik khusus. “Tinggal bagaimana meningkatkan kesadaran orang tua. Anak bukan hanya bertambah besar, tapi harus berkembang kualitasnya,” ujarnya.

Jika gangguan terdeteksi, intervensi dini menjadi penyelamat. Terapi wicara, terapi perilaku, hingga rehabilitasi medik bisa membantu, tergantung kasusnya.

Namun, peran orang tua tetap yang utama. “Anak paling banyak waktunya di rumah. Orang tua harus jadi terapis pertama,” kata dokter Martira.

Ia mencontohkan, anak dengan speech delay butuh stimulasi konsisten: ajak bicara, ulangi kata sederhana, dan beri kesempatan merespons. Sementara anak ADHD memerlukan struktur kegiatan yang jelas, disiplin positif, dan kesabaran ekstra.

Meski begitu, Martira menekankan bahwa setiap anak unik. “Penyakitnya sama, tapi pendekatannya individual. Tidak ada resep tunggal,” ujarnya.

Di ujung perbincangan, dr. Martira kembali menegaskan bahwa tumbuh kembang anak bukan sekadar urusan keluarga, melainkan juga masa depan bangsa.

“Anak adalah investasi jangka panjang. Kalau sejak dini tidak diperhatikan, kita kehilangan generasi potensial,” katanya.

Ia mengingatkan, kesadaran orang tua untuk rutin memantau perkembangan anak sama pentingnya dengan memeriksa tekanan darah atau kolesterol pada orang dewasa. “Jangan tunggu terlambat. Golden age hanya datang sekali,” ujarnya menutup.

Suara tepuk tangan penonton studio mengiringi akhir acara. Bagi banyak orang tua yang menyimak, pesan itu menggema: masa emas anak tak boleh terbuang percuma. (*)