UNHAS.TV – Di tengah meningkatnya tren gaya hidup praktis dan konsumsi makanan tinggi kolesterol, kasus batu ginjal terus menunjukkan peningkatan. Bahkan batu ginjal menyerang di usia produktif dan anak-anak.
Meskipun demikian, satu kabar baik datang dari Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (RS Unhas). Penanganan batu ginjal kini semakin canggih, cepat, dan minim rasa sakit.
Dalam sesi program siniar Unhas Sehat bersama dokter spesialis urologi dari Rumah Sakit Unhas, Dr. dr Syarif Bakri SpU (K) MHPE, masyarakat diajak untuk mengenali penyakit ini sejak dini.
Dokter Syarif menyebutkan bahwa banyak pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah parah karena tidak mengenali gejala awal batu ginjal.
Gejala khas yang harus diwaspadai antara lain; nyeri pinggang mendadak, bisa menjalar ke perut depan, sakit yang hilang timbul dan tak tergantung aktivitas fisik, mual, muntah, dan kencing berwarna merah atau pekat karena mengandung darah.
Lebih jauh, dokter Syarif menjelaskan bahwa penyebab utama batu ginjal di Indonesia adalah batu kalsium oksalat, disusul oleh batu asam urat dan batu campuran magnesium-amonium-fosfat.
Semua jenis batu ginjal ini berkaitan erat dengan asupan makanan tinggi purin dan oksalat, serta kurangnya hidrasi tubuh.
Lantas bagaimana cara menanganinya? Dokter Syarif yang merupakan spesialis urologi di RS Unhas menyebutkan sekarang ini, Rumah Sakit Unhas telah dilengkapi teknologi Shock Wave Lithotripsy (SWL).
Teknologi SWL dikenal dengan nama tembak batu ginjal, sebuah metode non-invasif yang memecah batu ginjal dari luar tubuh menggunakan gelombang kejut.
Prosedur pengobatan atau penanganan ini sangat nyaman, tanpa operasi, tanpa rawat inap, dan pasien bisa langsung pulang setelah tindakan.
“Pasien tinggal berbaring atau tiduran, alat ditempel di pinggang, lalu batu dihancurkan secara bertahap,” terang dr Syarif.
Untuk batu yang lebih besar, digunakan metode minimal invasif dengan kamera kecil yang dimasukkan melalui saluran kemih untuk menghancurkan batu ginjal langsung di lokasinya.
Namun jenis operasi konvensional kini sudah sangat jarang dilakukan karena metode yang modern jauh lebih cepat dan aman.
Bagi pasien dengan batu berukuran kecil (kurang dari 5 mm), cukup dengan terapi medikamentosa dan perubahan gaya hidup: minum 3 liter air per hari, bergerak aktif, dan konsumsi obat untuk melebarkan saluran kemih agar batu bisa keluar spontan.
Menariknya, Rumah Sakit Unhas juga memiliki klinik gizi dan klinik obesitas, tempat pasien batu ginjal dapat mengatur pola makan untuk mencegah kekambuhan.
Kombinasi tim medis multidisiplin menjadi kunci dalam mengontrol risiko batu kambuh dalam kurun waktu 1–3 tahun setelah penanganan pertama.
Sebagai pesan penutup, Dokter Syarif mengimbau masyarakat untuk lebih peduli pada warna urin sebagai indikator kesehatan ginjal.
Jangan tunggu nyeri datang baru bertindak. Kenali gejalanya, ubah gaya hidupnya, dan percayakan penanganannya pada fasilitas kesehatan yang kompeten.
(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)