TORAJA UTARA, UNHAS.TV - Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) yang tergabung dalam KKN Tematik Gelombang 114 meluncurkan program edukatif bertajuk Sekolah Budaya Ceria di Lembang Ma’dong, Kecamatan Denpina, Kabupaten Toraja Utara, 30 Juli 2025.
Program ini menjadi bentuk nyata pengabdian mahasiswa kepada masyarakat melalui pendidikan budaya yang menyenangkan dan dekat dengan dunia anak-anak.
Sekolah Budaya Ceria hadir untuk memperkenalkan kembali nilai-nilai budaya Toraja kepada generasi muda melalui pendekatan kreatif dan interaktif.
Program ini didesain agar anak-anak dapat belajar budaya dengan cara yang menyenangkan, sekaligus menumbuhkan rasa cinta serta kebanggaan terhadap warisan leluhur mereka.
Hasil observasi tim KKN 114 Unhas menunjukkan bahwa pengetahuan anak-anak di Lembang Ma’dong tentang budaya Toraja semakin berkurang. Sebagian besar dari mereka lebih mengenal budaya populer modern akibat tingginya ketergantungan pada gadget.
Akan kondisi tersebut, mahasiswa mengembangkan Sekolah Budaya Ceria sebagai ruang belajar bermuatan lokal yang dapat memulihkan pemahaman anak-anak terhadap budaya daerah.
Secara umum, tujuan dari program ini meliputi penanaman rasa cinta dan bangga terhadap budaya Toraja, memperkenalkan kembali cerita rakyat serta simbol-simbol budaya khas, mendorong pelestarian budaya melalui pembelajaran aktif, dan memberikan ruang ekspresi bagi anak-anak untuk menyuarakan budaya mereka.
Kegiatan Sekolah Budaya Ceria disusun dalam beberapa sesi selama pelaksanaan KKN. Setiap sesi dirancang untuk menarik minat anak-anak, meningkatkan partisipasi, dan menyampaikan nilai budaya dengan cara yang menyenangkan.
Di antaranya pemutaran dan diskusi film cerita rakyat Toraja, pengenalan lagu tradisional Toraja, serta pelatihan tarian tradisional Toraja, khususnya tarian Ma’gellu’. Sebagai puncak acara, digelar panggung ekspresi di mana anak-anak menampilkan hasil pembelajaran mereka.
Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat Lembang Ma’dong. Para orang tua merasa bangga karena anak-anak mereka bisa belajar budaya dalam suasana yang tidak membosankan.
Anak-anak pun menunjukkan perubahan sikap, menjadi lebih percaya diri, aktif bertanya, dan menunjukkan rasa ingin tahu terhadap budaya Toraja.
Menurut Nesri Masiku Allotasik, mahasiswa Antropologi FISIP Unhas, kegiatan ini bukan hanya proyek pengabdian, tetapi juga langkah membentuk generasi muda yang sadar akan jati diri.
“Budaya harus diajarkan sejak dini agar tertanam kuat dalam hati dan pikiran anak-anak. Kami ingin mereka tidak hanya mengenal, tetapi juga mencintai budaya Toraja. Ketika sudah merasa memiliki, mereka akan tumbuh menjadi penjaga warisan budaya itu di masa depan,” ujarnya.
Sekolah Budaya Ceria membuktikan bahwa pembelajaran budaya tidak harus kaku, melainkan bisa dikemas dengan pendekatan ramah anak dan kreatif.
Melalui kegiatan seperti belajar tarian Ma’gellu’ dan mengenal lagu-lagu tradisional, anak-anak diberi kesempatan menyelami sekaligus menyuarakan identitas budaya mereka.
Program ini diharapkan menjadi inspirasi bagi sekolah, komunitas, dan pemerintah daerah untuk terus menghadirkan ruang-ruang pembelajaran budaya yang menyenangkan dan berkelanjutan.
Pelestarian budaya, sebagaimana ditekankan mahasiswa KKN Unhas, bukan hanya tanggung jawab satu generasi, melainkan tugas bersama lintas generasi. (*)