MAKASSAR, UNHAS.TV - Lembaga Disaster and Climate Change Tech Hub (DCTH) Indonesia Chapter menemui Wakil Rektor Unhas Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan, dan Bisnis Prof Dr Eng Adi Maulana ST MPhil di Kampus Unhas, Makassar, Senin (30/6/2025) pagi.
Pertemuan itu untuk penjajakan kerja sama di bidang isu-isu lingkungan, khususnya pada perubahan iklim. Salah satu hal yang dibicarakan yakni mengajak Unhas ikut terlibat pada kegiatan Next-Gen Climate Tech and Carbon Market Forum 2025 yang dijadwalkan berlangsung pada 12-14 Agustus 2025 di Makassar.
Ini adalah kegiatan pertemuan para inovator, investor, lembaga swadaya masyarakat, start up, perguruan tinggi, pemerintah, dan kelompok masyarakat untuk membahas mengenai teknologi hijau dan solusi perdagangan karbon demi masa depan yang rendah karbon.
Prof Dr Eng Adi Maulana menyambut baik kegiatan tersebut karena ini sesuai dengan visi Unhas sebagai kampus yang ramah lingkungan. Sejauh ini, katanya, Unhas sudah banyak menerapkan upaya mengurangi emisi karbon antara lain dengan menggunakan panel surya sebagai sumber tenaga listrik.
Unhas juga terlibat pada penyediaan gedung pendingin bertenaga surya untuk membantu nelayan di Pulau Barrang Lompo untuk pengawetan tangkapan hasil laut.
"Beberapa waktu lalu kami di Unhas juga dapat tawaran dari Hiroshima University, Jepang, untuk kerja sama bisnis bidang carbon trading," kata Prof Adi Maulana.
Adi Maulana menambahkan, Hiroshima University dan Universitas Hasanuddin kebetulan beberapa kali menjalin kerja sama di bidang riset dan pada saat yang bersamaan Hiroshima University mendapat tawaran kerja sama dari sejumlah perusahaan di Jepang untuk ikut skema carbon trading.
"Hiroshima University membutuhkan lahan hutan minimal 10 ribu hektare dan kami diajak. Saya telah memaparkan ke mereka mengenai potensi Hutan Bengo, hutan pendidikan yang dikelola Unhas di Kabupaten Maros, tetapi ternyata hutan itu hanya seluas 1.450 hektare, masih jauh dari kebutuhan minimal. Padahal duit dari Hiroshima University sudah ada," kata pakar geologi itu.
Karena itu, Prof Adi menegaskan, Unhas membuka diri dari pihak manapun, termasuk dari pemerintah daerah, untuk ikut bersama Unhas menyediakan lahan hutan minimal 10 ribu hektare.
Carbon trading atau perdagangan karbon adalah mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2). Dalam sistem ini, perusahaan atau entitas diberikan kuota emisi karbon (cap).
Jika emisi mereka melebihi kuota, mereka harus membeli kredit karbon dari pihak yang memiliki kelebihan kuota (karena berhasil mengurangi emisi di bawah batas), misalnya pihak pengelola hutan. Kredit karbon ini biasanya diukur dalam ton CO2.
Indonesia sudah menerapkan perdagangan karbon pada sektor energi, seperti pembangkit listrik, melalui Peraturan Presiden No. 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, yang mencakup skema cap-and-trade, offset karbon, dan pajak karbon.
Melalui peraturan itu, Pemerintah Indonesia menetapkan pajak karbon sebesar Rp 30 per kg CO2e untuk sektor tertentu, seperti pembangkit listrik tenaga batu bara, yang mulai berlaku pada 2022.(*)