MAKASSAR, UNHAS.TV - Unhas TV menyatakan sikap mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan yang dialami jurnalis CNN Indonesia, Zulkipli Natsir, saat meliput aksi demonstrasi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Selasa (19/8/2025) malam.
Dalam aksi yang diikuti ribuan massa, termasuk mahasiswa dan warga, demonstrasi berlangsung di depan Kantor Bupati Bone.
Mereka memprotes kenaikan PBB yang mencapai 300 persen. Suasana sempat memanas hingga malam hari ketika aparat berusaha membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.
Zulkipli, yang bertugas meliput jalannya aksi, ikut terdampak gas air mata hingga harus berlindung di salah satu ruang WC kantor Pemda Bone untuk memulihkan pernapasan dan penglihatannya.
Saat keluar menuju lobi gedung, ia sempat merekam gambar sejumlah anggota TNI, termasuk seorang yang terluka akibat lemparan batu. Tak lama kemudian, seorang demonstran yang ditangkap dan dipiting aparat juga direkam olehnya.
Namun, upaya jurnalistik itu berujung intimidasi. Beberapa anggota TNI berseragam loreng segera menghadang, memiting, dan merampas ponsel Zulkipli.
Rekaman gambar yang baru saja diambil dihapus secara paksa, bahkan ia dipaksa membuka kembali folder sampah untuk memastikan seluruh jejak liputan hilang. “Teriakan Zulkipli yang meminta agar dokumentasinya tidak dihapus diabaikan,” demikian keterangan resmi CNN Indonesia.
Unhas TV menilai tindakan ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam Pasal 18 Ayat (1) jelas disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
“Insiden ini tidak hanya mencederai kebebasan pers, tetapi juga mengancam keselamatan jurnalis yang bekerja di lapangan. Aparat yang seharusnya melindungi malah bertindak represif,” ujar Direktur Unhas TV, Yusran Darmawan, dalam pernyataan tertulis, Rabu (20/8/2025).
CNN Indonesia sebelumnya telah melayangkan protes keras atas tindakan penghapusan paksa liputan tersebut. Kasus ini juga ditembuskan ke Dewan Pers serta Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) untuk mendapat perhatian dan tindak lanjut.
Unhas TV menyatakan solidaritas penuh terhadap jurnalis yang menjadi korban intimidasi dalam liputan lapangan. Menurut Yusran, kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap wartawan di Indonesia, terutama saat meliput demonstrasi.
“Kami mendesak aparat penegak hukum melakukan investigasi transparan, mengusut para pelaku, serta memberikan sanksi sesuai aturan hukum,” tegasnya.
Ia menambahkan, tanpa kebebasan pers, publik akan kehilangan hak atas informasi yang akurat dan independen. “Menghapus paksa karya jurnalistik sama dengan membungkam suara rakyat,” katanya.
Kasus intimidasi terhadap Zulkipli memperlihatkan masih rentannya perlindungan bagi jurnalis di lapangan. Berbagai organisasi pers menyerukan agar aparat lebih menghormati kerja jurnalistik yang memiliki payung hukum jelas.
Dengan sikap ini, Unhas TV menegaskan komitmennya dalam menjaga kemerdekaan pers dan mendukung jurnalis di lapangan agar dapat bekerja tanpa tekanan maupun ancaman. (*)