JAKARTA, UNHAS.TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek periode 2019-2022.
Penetapan ini dilakukan usai Nadiem menjalani pemeriksaan ketiga kalinya pada Kamis (4/9/2025) pagi, yang berlangsung selama beberapa jam di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengonfirmasi penetapan status tersangka terhadap Nadiem, yang diinisialkan sebagai NAM, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sekitar 120 saksi dan empat ahli.
"Pada hari ini kembali menetapkan satu orang tersangka, dengan inisial NAM," ujar Nurcahyo dalam konferensi pers di Kantor Kejagung. Demi kepentingan penyidikan, Nadiem langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, mulai 4 September 2025. Penahanan ini berpotensi diperpanjang sesuai perkembangan proses hukum.
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan, yang melibatkan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk sekolah PAUD, SD, SMP, dan SMA di seluruh Indonesia, termasuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Total anggaran proyek mencapai Rp 9,3 triliun dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan mengarahkan pengadaan menggunakan sistem operasi Chrome OS milik Google, meskipun uji coba pada 2019 menunjukkan perangkat tersebut tidak efektif karena bergantung pada koneksi internet yang belum merata di daerah 3T.
Kerugian keuangan negara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun, menurut perhitungan sementara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan TIK, diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1.980.000.000.000," kata Nurcahyo.
Nadiem dan rekan-rekannya diduga melakukan persekongkolan jahat dengan membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarah pada produk Chrome OS, meskipun ada indikasi rekayasa teknis untuk mengunggulkan spesifikasi tersebut.
Pasal yang diterapkan adalah Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain pada Juli 2025:
- Sri Wahyuningsih (SW), mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek (ditahan di Rutan Salemba).
- Mulyatsyah (MUL), mantan Direktur SMP Kemendikbudristek (ditahan di Rutan Salemba).
- Jurist Tan (JT), mantan Staf Khusus Bidang Pemerintahan era Nadiem (masuk Daftar Pencarian Orang/DPO karena buron di luar negeri; proses red notice Interpol sedang berlangsung).
- Ibrahim Arief (IBAM), mantan Konsultan Teknologi Kemendikbudristek (penahanan kota karena sakit jantung kronis, dipasang gelang detektor kaki).
Peran Nadiem dalam kasus ini diduga signifikan. Penyidik menemukan bahwa perencanaan proyek sudah dimulai sejak Agustus 2019 melalui grup WhatsApp "Mas Menteri Core Team" yang melibatkan Nadiem, Jurist Tan, dan Fiona Handayani (mantan stafsus Nadiem).
Grup tersebut membahas pengadaan TIK berbasis Chrome OS bahkan sebelum Nadiem dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019. Pada Februari 2020, Nadiem bertemu pihak Google, dan pada Mei 2020, ia menggelar rapat dengan para tersangka untuk memerintahkan penggunaan Chrome OS.
Selain itu, ada dugaan keterkaitan dengan investasi Google di Gojek, perusahaan yang didirikan Nadiem, meskipun hal ini masih dalam pengembangan penyidikan.
Nadiem tiba di Kejagung sekitar pukul 09.00 WIB, didampingi tim kuasa hukumnya, termasuk Hotman Paris Hutapea. Saat keluar usai pemeriksaan, Nadiem tampak tenang namun enggan berkomentar panjang.
"Saya kooperatif dengan proses hukum," katanya singkat sebelum dibawa ke Rutan Salemba. Pengacaranya, Mohammad Ali, menyatakan bahwa Nadiem siap menghadapi proses hukum dan yakin akan terbukti tidak bersalah.
Kasus ini juga melibatkan pemeriksaan terhadap mantan pemimpin GoTo seperti Andre Soelistyo dan Melissa Siska Juminto, serta Fiona Handayani, terkait dugaan konflik kepentingan.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyelidiki kasus terpisah terkait pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek era Nadiem, di mana Nadiem telah diperiksa pada Agustus 2025. KPK dan Kejagung berkoordinasi untuk menghindari tumpang tindih.
Reaksi publik terhadap penahanan Nadiem beragam. Di media sosial, tagar #NadiemMakarim dan #KorupsiChromebook ramai dibahas, dengan sebagian netizen menyesalkan karena Nadiem dikenal sebagai inovator pendidikan melalui program Merdeka Belajar.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung penetapan tersangka dan mendesak pengusutan lebih lanjut, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain. Sementara itu, pakar hukum menilai kasus ini menunjukkan komitmen pemerintah baru dalam memberantas korupsi di sektor pendidikan.
Penyidik Kejagung menyatakan bahwa proses penyidikan masih berlanjut, termasuk upaya memburu Jurist Tan yang diduga berada di Australia. Kasus ini diharapkan memberikan pelajaran bagi pengelolaan anggaran pendidikan di masa depan, agar proyek digitalisasi tidak lagi menimbulkan kerugian negara akibat keputusan yang tidak tepat sasaran.(*)