Yang terasa hilang dari buku ini adalah uraian mengenai pentingnya nilai-nilai budaya yang membentuk seorang Asmawi. Padahal semua orang hebat selalu tumbuh dari rumah yang memberi bekal nilai-nilai untuk menjadi hebat.
Dalam buku ini, hanya ada sekilas cerita tentang orang tuanya yang berprofesi sebagai pengusaha hotel kelas melati. Asmawi memberi contoh bedanya hotel bintang lima dan hotel kelas melati, di mana keluarga sebagai pemilik harus turun tangan untuk membersihkan seprai dan selimut.
Buku ini memberikan gambaran bagaimana Asmawi sebagai sosok yang bertahan di tengah hempasan gelombang samudera. Yang menyelamatkan phinisi itu adalah kecakapan seorang nakhoda yang berani menempuh risiko sehingga setiap kalimatnya didengar oleh semua anak buahnya.
Orang Bugis Makassar percaya bahwa nakhoda ulung tidak lahir dari lautan yang tenang. Dia lahir dari lautan yang terus bergejolak dan menempa semua kecakapan dan kemahirannya di laut. Dia tidak lantas pasrah dan menyerah pada nasib, tetapi dia terus berjuang agar kapal bisa kembali menepi.
Jika phinisi itu ibarat perusahaan atau lembaga, maka nakhoda ulung itu adalah Asmawi Syam.