News

Bangkit dari Sunyi, Kisah Muhammad Deddy Sasmita, Alumni Hukum Unhas yang Bangkit dari Skizorenia

MAKASSAR, UNHAS.TV - Muhammad Deddy Sasmita, alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) adalah penyintas skizofrenia yang kii aktif di Pusat Disabilitas Unhas.

Dari luka batin, ia bangkit dan membuktikan bahwa kesehatan mental bukan penghalang untuk terus berkarya. Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2018, ia buka hanya cemerlang di bidang akademi, tetapi juga aktif di berbagai kegiatan sosial dan kepemudaan.

Puncaknya, pada tahun 22020, Deddy berhasil meraih juara 1 Duta Generasi Berencana (Genre) Sulawesi Selatan, ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan.

Namun di balik semua pencapaian itu, tersimpan kisah kelam yang jarang diketahui banyak orang. Tahun 2022 menjadi masa paling berat dalam hidupnya. Di tengah proses penyusunan skripsi, Deddy mengalami pengalaman trauma yang mengguncang kestabulan mentalnya. Delapan kali proposal judul skripsinya ditolak hingga membuatnya kehilangan arah dan tidak mengenali dirinya sendiri.

"Sebenarnya pada tahun 2022 saat pengerjaan skripsi itu, saya tidk memahami apai itu kesehatan mental. Namun, ada pengalaman traumatik yang saya alami pada awal tahun 2022 yang membuat saja menjadi sosil yang tidak mengenal diri. Akhirnya, pengalaman traumatik itulah yang membawa saya menjadi salah satu orang yng hidup dengan gangguan kesehatan mental," ucapnya.

"Saya tidak bisa mengatakan skripsi menjdi pemicu tetapi agak berat juga pada saat itu. Apalagi pengalaman traumatik itu juga dibarengi dengan penolakan delapan judul  berturut-turut. Itu menjadi sesuatu yang baru dalam hidup saya. Saya kesulitan mengendalikan diri, khawatir, takut, dan sebagainya hingga sampai melukai diri sendiri. Saya pun tidak menyadari pada saat itu bahwa saya sedang mengalami gangguan kesehatan mental," tambahnya.

Usai dinyatakan lulus pada September 2022, Deddy memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta. Di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ia akhirnya mendapat diagnosis sebagai penyintas General Insight Disorder dan Depresi Mayor Episode. 

Gangguan mental itu membuatnya sulit membedakan realita dan halusinasi hingga mengalami fisikosomatik, gejala psikologis yang memengaruhi kondisi fisik seperti sesak dan cemas berkepanjangan.

"Gejala yang saya alami atau rasakan pada saat itu adalah sayya tidak bisa bertemu dengan banyak orang. Kemudian ada banyak bisikan di kepala saya. Kepala saya ribut, tidak jelas apa maunya kepala saya. Kemudian cemas. Ternyata saya sudah mengalami gejala itu namun saya tidak paham," katanya.

"Sampai sesak nafas, saya lupa istilahnya di dunia kesehatan. Pada saat kondisi fisikosomatik, pemilik tubuh sudah tidak bisa mengendalikan dirinya. Nafasnya selalu sesak, was-was, cemas dan tidak bisa mendengar suara-suara bahkan nada dering telepon.

Saat itu saya sudah menghapus akun media sosial karena sangat takut bertemu dengan orang. Saya cuma mau tinggal di kamar, mengunci kamar, sendiri. Bahkan sampai pernah tiga hari tidak malam, tidak keluar dari kamar, dan dalam kondisi gelap. Pernah juga ada tindakan mengakhiri hidup karena merasa sudah tidak punya harapan. melanjutkan hidup," ujarnya.

Ketika dua upaya mengakhiri hidup itu gagal, dia mulai berpikir bahwa Tuhan Maha Baik. Gagal itu pertanda bahwa ada kehidupan yang tetap harus diperjuangkan. Mustahil Tuhan membawa saya ke posisi itu hanya untuk gagal.

Persentuhan Deddy dengan Pusat Disabilitas Nasional pada akhir 2023, memberinya banyak harapan. Dukungan dari teman-temannya membuatnya kembali menemukan makna hidup dan ruang untuk memberi sumbangsih.

Deddy menegaskan pentingnya seseorang mengenali diri sendiri dan tidak memendam perasaan. Setiap orang memiliki batas kesehatan mental yang berbeda dan langkah pertama untuk pulih adalah berani bercerita.

Deddy juha mengingatkan siapa saja untuk hati-hati berbicara karena ucapan bisa menjadi racun kepada orang lain tanpa kita sadari. Deddy berharap generasi muda dapat saling menguatkan dan menjadi pejuang kesehatan mental yang peduli satu sama lain.(*)

Zahra Tsabitha Sucheng (Unhas TV)