Sosial

Berkah IdulAdha Dirasakan Syamsir Dg Nganci, Kantongi Untung hingga Rp80 Juta

UNHAS.TV - Tamalanrea pagi itu sedang mendung. Jalanan menuju sebuah kandang sederhana di Kera-Kera masih basah. Lokasinya hanya sepelemparan batu dari Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas).

Di balik pagar bambu dan aroma khas kandang, suara lenguhan sapi bersahutan. H Syamsir Dg Nganci, pria paruh baya, tampak sibuk menaburkan rumput yang menjadi pakan sapi.

“Alhamdulillah, tahun ini berkah sekali,” ujar Syamsir sambil menyeka keringat di pelipisnya, Kamis (5/6/2025) lalu.

Ia menunjuk satu per satu sapi kurban yang telah bertanda cat, itu tanda sudah lunas dan siap dikirim ke pembeli.

“Sudah hampir 60 ekor laku terjual. Meski untung tipis per ekor, Insya Allah bisa dapat untung lebih dari Rp80 juta,” ujarnya.

Setiap tahun menjelang Idul Adha, kandang milik Syamsir berubah menjadi pusat keramaian. 

Orang-orang datang dari berbagai penjuru Makassar, bahkan dari luar kota, untuk melihat langsung hewan kurban yang ditawarkan. Meski sapi-sapi ini sebagian titipan dari peternak untuk dijualkan.

Sapi-sapi peliharaan Syamsir dikenal besar, sehat, dan jinak—salah satu kriteria penting bagi para pembeli, terutama panitia masjid yang mengutamakan aspek kemudahan dalam proses penyembelihan.

Tak tanggung-tanggung, salah satu pelanggannya tahun ini berasal dari lingkaran elite pemerintahan.

“Ada staf dari Bapak Menteri Amran Sulaiman yang beli sapi kurban di sini, harganya Rp22 juta. Dia sendiri yang datang dari Jakarta,” ucap Syamsir bangga.

Syamsir bukan pendatang baru dalam dunia peternakan. Ia mulai beternak sapi lebih dari 15 tahun silam, bermodalkan dua ekor indukan dari hasil menjual motor bebeknya.

Semula ia hanya menjual sapi untuk kebutuhan pesta perkawinan, pesta panen, atau dijual ke rumah potong.

Namun sejak 2012, ia mulai fokus menyiapkan sapi kurban setiap tahun, menyadari tingginya permintaan menjelang Idul Adha.

“Kalau mau rezeki besar, harus sabar dan ikhlas,” ujarnya. “Sapi ini harus saya rawat enam bulan sampai satu tahun, baru bisa dijual saat musim kurban. Jadi bukan untung cepat.”

Harga sapi di kandang Syamsir bervariasi, tergantung berat dan usia. Sapi paling mahal tahun ini mencapai Rp23 juta, dengan bobot sekitar 150 kilogram.

Yang paling banyak diminati adalah sapi kelas menengah, seharga Rp15 juta. “Yang penting sehat dan sesuai syariat,” ujarnya, merujuk pada kriteria hewan kurban dalam Islam.

Keberhasilan Syamsir mengelola peternakan kecilnya di tengah kawasan urban seperti Tamalanrea bukan perkara mudah.

Selain soal keterbatasan lahan, ia juga menghadapi tantangan harga pakan yang fluktuatif dan serangan penyakit musiman.

Namun ia bertahan, karena ia percaya, “Urusan hewan kurban itu bukan cuma bisnis. Ini ibadah. Kalau diniatkan lillahi ta'ala, pasti ada jalan.”

Di hari-hari terakhir sebelum Idul Adha, suasana kandang Syamsir makin sibuk. Satu per satu sapi keluar kandang, dinaikkan ke mobil bak terbuka untuk dikirim ke pemiliknya.

“Dari usaha ini, ada rasa syukur, bisa bantu orang beribadah dengan tenang. Itulah sejatinya berkah dari kurban,” pungkasnya.

(Amina Rahma Ahmad / Unhas.TV)