Opini

Dari Marina Bay ke Tamalanrea: Pendidikan Tinggi Harus Menyentuh Hidup Nyata




Setiap langkah itu bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat, tapi juga membentuk kepribadian mereka sebagai pembelajar sejati. 

Sebagian merintis usaha sosial—menggabungkan semangat kewirausahaan dan kepekaan sosial. Mereka tidak menunggu kelulusan untuk menciptakan dampak, melainkan memulainya dari sekarang, dengan ide kecil namun berdampak luas.

Di tengah keterbatasan, mereka belajar mengelola tim, menghadapi kegagalan, dan tetap bertahan. Di situlah karakter tumbuh, bukan dari buku, melainkan dari jatuh dan bangkit kembali.

Ada pula yang menulis opini di media nasional, terlibat dalam kampanye advokasi, atau menjadi pembicara muda dalam forum internasional. Di sana mereka membawa suara kampus, memperluas cakrawala berpikir, dan berani tampil dengan gagasan sendiri.

Mereka bukan sekadar mahasiswa yang belajar, tetapi sudah mengambil peran sebagai warga intelektual yang aktif dalam ruang publik.

Semua ini tercatat, dihargai, dan diakui secara akademik melalui SIPAKAMASE—bukan sekadar formalitas administratif, tapi sebagai penegasan bahwa belajar tak selalu berarti menghafal, dan kontribusi tak harus menunggu gelar.

Transformasi pendidikan bukanlah soal mengganti metode dengan teknologi canggih, atau menambahkan istilah asing ke dalam silabus. Ia menyangkut sesuatu yang lebih dalam: keberanian untuk melihat mahasiswa sebagai manusia utuh, bukan sekadar pengguna sistem.

Di sinilah kampus menemukan maknanya. Bukan sebagai tempat yang mencetak ijazah, tetapi sebagai ruang yang merawat daya hidup. Tempat di mana kegagalan tak dihukum, tapi dipelajari. Di mana prestasi tidak hanya ditulis di transkrip, tapi diukir dalam kehidupan nyata.

Dari Marina Bay ke Tamalanrea, satu hal menjadi terang: masa depan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh siapa yang paling cepat beradaptasi, tapi oleh siapa yang paling setia pada kemanusiaan.

Dan di jalan itu, Universitas Hasanuddin memilih untuk berjalan pelan—tapi pasti. Membuka ruang, mendengar, menemani, dan percaya: bahwa setiap mahasiswa memiliki hak untuk bertumbuh dengan caranya sendiri.


*Penulis adalah Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin