
Mahasiswa Sastra Arab Unhas menampilkan sisi lain kreativitas mereka dalam pameran produk inovatif yang digelar usai pementasan teater berbahasa Arab. Dari dapur mini hingga stan kreatif, suasana Aula Prof. Mattulada disulap menjadi ruang kolaborasi penuh semangat dan ide segar. Kredit: Mutia Aulia.
Dari Drama ke Dunia Nyata: Pameran Produk Inovatif sebagai Ekstensi Pembelajaran
Selepas pertunjukan, di sisi lain aula, mahasiswa juga menampilkan sisi berbeda dari kreativitas mereka. Melalui mata kuliah Kewirausahaan, mereka memamerkan produk-produk inovatif—dari makanan dengan branding Arab, kerajinan tangan, hingga aplikasi digital berbahasa Arab—sebagai hasil dari kerja tim dan riset pasar.
Pameran ini bukan sekadar pelengkap. Ia menjadi wujud nyata dari pendekatan pembelajaran yang mendorong mahasiswa keluar dari zona teori, masuk ke ruang-ruang kehidupan nyata. Dalam konteks kurikulum Merdeka Belajar, model seperti ini mendorong lahirnya lulusan yang tidak hanya pintar di atas kertas, tapi juga tangguh, kreatif, dan adaptif.
“Kami ingin mahasiswa belajar dari proses, bukan hanya dari hasil,” kata Fitriani. “Bisa jadi mereka tidak sempurna dalam pementasan atau pemasaran, tapi mereka belajar tentang tanggung jawab, kerja tim, dan makna dari kerja keras yang kolektif.”
Pengalaman yang Membentuk, Bukan Hanya Menilai
Apa yang terjadi di Aula Prof. Mattulada hari itu adalah refleksi dari pendidikan yang memanusiakan. Mahasiswa belajar bukan untuk ujian, tapi untuk memahami, mencipta, dan berbagi. Bahasa Arab yang selama ini terasa asing, menjadi akrab di bibir dan tubuh mereka. Teater menjadi cermin tempat mereka melihat dunia dan diri sendiri dengan cara yang baru.
Dan ketika lampu panggung akhirnya padam, tidak ada yang benar-benar berakhir. Sebab, yang lahir dari proses ini adalah kepercayaan diri, kemandirian, dan kecintaan terhadap bahasa dan budaya yang kelak bisa dibawa melampaui dinding kampus.
Dengan semangat yang menyala di atas dan di balik panggung, mahasiswa Sastra Arab Unhas telah membuktikan satu hal: bahwa bahasa tidak hanya dipelajari—ia harus dihidupkan.(*)
(Mutia Aulia)