
Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas dan Duta Pelajar Dewa Ari Danuarta (dok unhas.tv)
Dewa adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya bekerja di Jakarta, kakak keduanya di Makassar. Orang tuanya, pasangan transmigran asal Bali, bertemu dan membangun keluarga di Toli-Toli.
Ia menyebut ibunya dan kedua kakaknya sebagai perempuan tangguh—dan itu alasan mengapa ia merasa harus lebih tangguh.
"Saya broken home sejak umur tiga tahun. Tinggal pindah-pindah, kadang sama mama, kadang sama papa," katanya.
Tapi dari situ ia belajar ketangguhan. Jadi laki-laki satu-satunya dalam rumah tangga yang rapuh tak membuatnya rapuh. Justru dari serpihan itu, ia menempa kekuatan.
Kini di Unhas, Dewa aktif di Himpunan Mahasiswa Hukum Masyarakat dan Pembangunan, LEDAK, dan LS Institute. Ia juga bekerja sebagai freelancer di open trip wisata Makassar.
Ia mengatur waktu dengan skala prioritas: Senin sampai Jumat kuliah, akhir pekan kerja. “Saya enggak mau jadi mahasiswa yang cuma duduk dan diam,” ucapnya.
Panggungnya pun meluas. Ia pernah menjadi MC di acara resmi yang dihadiri bupati hingga menjadi moderator dalam forum akademik bersama para profesor.
"Deg-degan? Iya, pasti. Tapi saya percaya, kalau bukan sekarang kapan lagi?" katanya. Prinsipnya sederhana: suara adalah jembatan.
Baginya, suara bukan sekadar bunyi yang keluar dari mulut. Ia adalah bentuk ekspresi, keberanian, dan kepercayaan pada diri sendiri.
"Kalau saya enggak bersuara, kapan saya akan berani?" katanya. Karena itu, ia terus melatih diri, bukan cuma dalam berbicara, tapi juga memahami makna di balik setiap kata.
Kini, mimpi Dewa tak berhenti di Makassar. Ia ingin pulang ke Toli-Toli, membawa pengalaman dan ilmu yang ia kumpulkan dari luar. Baginya, prestasi bukan untuk meninggalkan kampung halaman, tapi untuk kembali dan membangun.
"Mereka yang dari daerah kecil itu biasanya lebih tahan banting," katanya. Pengalaman hidup yang keras, keterbatasan fasilitas, dan sempitnya kesempatan bukan penghalang. Justru itu yang menempanya jadi lebih siap menghadapi dunia.
Di tengah gempuran anak kota yang fasih bersuara sejak dini, Dewa hadir sebagai bukti bahwa suara anak daerah juga pantas didengar.
Tak peduli ia berasal dari kabupaten yang mungkin asing di telinga. Sebab pada akhirnya, keberanian untuk bersuara adalah kunci agar nama itu tak lagi asing.
Wakili Sulawesi di Pentas Nasional
>> Baca Selanjutnya