Opini

Ekoteologi dan Wajah Tuhan: Refleksi Hari Bumi Ke-55 (Bagian Pertama)



Kakan Kemenag Maros H Muhammad saat menanam bibit pohon matoa di halaman Ponpes NU Soreang Maros, 22 April 2025. Credit: Dokumen Pribadi.
Kakan Kemenag Maros H Muhammad saat menanam bibit pohon matoa di halaman Ponpes NU Soreang Maros, 22 April 2025. Credit: Dokumen Pribadi.


Ekoteologi Kemenag RI dalam Melestarikan Lingkungan Alam

Kementerian Agama Republik Indonesia telah menunjukkan kepedulian terhadap isu lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, salah satunya lewat program ekoteologi. Program ini menggabungkan nilai-nilai agama dan spiritualitas dengan aksi pelestarian lingkungan

Program ekoteologi Kemenag RI adalah bukti nyata bahwa pelestarian alam bisa menjadi bagian dari ibadah. Menghidupkan bumi adalah wujud syukur atas nikmat Tuhan, dan menjaga lingkungan adalah bentuk nyata dari hablum minal 'alam. Maka sudah sepatutnya ekoteologi tidak hanya menjadi wacana, tetapi gerakan sosial yang menyatu dalam kehidupan umat beragama.

Berikut inti sari sambutan Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., dalam peringatan Hari Bumi ke-55 pada 22 April 2025:

1. Gerakan Penanaman Sejuta Pohon Matoa

Kementerian Agama menginisiasi gerakan penanaman satu juta pohon matoa di seluruh Indonesia. Kegiatan ini dipusatkan di Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan diikuti oleh ASN Kemenag, tokoh lintas agama, serta masyarakat dari berbagai daerah.

2. Ekoteologi sebagai Program Prioritas

Menag menekankan bahwa penguatan ekoteologi menjadi salah satu dari delapan program prioritas (Astaprotas) Kementerian Agama. Hal ini bertujuan untuk menjadikan nilai-nilai keagamaan sebagai dasar dalam pelestarian lingkungan.

3. Pentingnya Peran Agama dalam Pelestarian Alam

Menag mengajak seluruh tokoh agama untuk memberikan teladan dalam pelestarian alam. la menyebutkan bahwa semua agama memiliki ajaran yang mendukung pelestarian lingkungan, seperti konsep khilafah dalam Islam, Tri Hita Karana dalam Hindu, dan Laudato Si' dalam Katolik

4. Trilogi Kerukunan Jilid II: Manusia dan Alam

Menag memperkenalkan konsep trilogi kerukunan jilid II yang mencakup hubungan manusia dengan alam. la menekankan bahwa lingkungan bukan sekadar objek eksploitasi, melainkan bagian dari makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki peran dalam keseimbangan kehidupan.

5. Melibatkan Rumah Ibadah dalam Gerakan Ekoteologi

Kementerian Agama akan menjadikan masjid, rumah ibadah, Kantor Urusan Agama (KUA), hingga lembaga pendidikan keagamaan sebagai motor gerakan ekoteologi nasional. Upaya ini diharapkan berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan iklim.

Hari Bumi ke-55 ini harus menjadi momentum untuk menyatukan kembali iman, ilmu, dan aksi. Ekoteologi bukan sekadar gagasan akademis, tapi panggilan suci: mengembalikan wajah Tuhan dalam bumi yang sedang luka. Dalam setiap tetes air yang bersih, dalam setiap hutan yang lestari, dan dalam setiap tindakan menjaga alam—di sanalah wajah Tuhan bersinar.

*Penulis adalah ASN Kemenag Maros

Daftar Referensi:

  • Al-Qur’an al-Karim; QS. Al-Baqarah: 30, QS. Adz-Dzariyat: 20, QS. Al-A’raf: 56
  • Nasr, Seyyed Hossein. Man and Nature: The Spiritual Crisis in Modern Man. London: George Allen & Unwin, 1968.
  • Paus Fransiskus. Laudato Si’: On Care for Our Common Home. Vatican: Libreria Editrice Vaticana, 2015.
  • Capra, Fritjof. The Web of Life: A New Scientific Understanding of Living Systems. New York: Anchor Books, 1996.
  • Rumi, Jalaluddin. The Essential Rumi. Terj. Coleman Barks. New York: HarperCollins, 2004.
  • Ali bin Abi Thalib. Nahjul Balaghah. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, t.t.
  • Dalai Lama. Ethics for the New Millennium. New York: Riverhead Books, 1999.
  • Kitab Kejadian, Perjanjian Lama.
  • Santo Fransiskus dari Assisi. Canticle of the Sun (Kidung Saudara Matahari).