MAKASSAR, UNHAS.TV - Persidangan perkara anak yang berkonflik dengan hukum seringkali menjadi sorotan publik. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah ketidakhadiran toga pada diri hakim yang memimpin sidang. Lantas, apa alasan di balik kebijakan ini?
Dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia, terdapat ketentuan khusus yang bertujuan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi anak.
Salah satunya adalah pelaksanaan sidang secara tertutup dan tanpa menggunakan atribut kedinasan seperti toga. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Aparat penegak hukum itu tidak menggunakan toga atau atribut kedinasan karena sejalan dengan konvensi hak anak," kata," kata Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Makassar Moch Fauzan Zarkasi SH MH, Kamis (19/12/2024).
"Anak secara kodratnya harus dilindungi harkat dan martabatnya. Mereka diupayakan untuk terhindar dari segala bentuk tekanan psikologis dan intimidasi," jelas Fauzan.
Tujuan utama dari kebijakan ini, lanjut Fauzan, adalah untuk menciptakan suasana sidang yang lebih santai dan ramah terhadap anak.
Dengan tidak adanya toga, hakim diharapkan dapat membangun komunikasi yang lebih baik dan menjadi pendengar yang baik bagi anak.
Hal ini memungkinkan anak yang sedang menjalani persidangan akan merasa lebih nyaman, terbuka, dan bebas dalam mengungkapkan perasaan serta pikirannya.
"Anak tidak akan merasa seperti diintimidasi sehingga suasana ramah anak. Jadi memang sudah selayaknya diatur," tutup Fauzan kepada Unhas TV.
Batasan Usia Kategori Anak