Mahasiswa
News
Terkini

Hasanuddin Film Festival 2025, Ajang Bertemunya Sineas Muda Bangun Ekosistem Perfilman

FESTIVAL FILM. Liga Film Mahasiswa (LFM) Unhas menggelar Hasanuddin Film Festival (HFF) 2025, Sabtu-Minggu (18–19 Oktober 2025). Ajang ini mempertemukan sineas muda dari berbagai daerah di Indonesia. (dok unhas.tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Liga Film Mahasiswa (LFM) Unhas resmi meluncurkan Hasanuddin Film Festival (HFF), sebuah ajang baru yang mempertemukan sineas muda dari berbagai daerah di Indonesia. 

Festival yang digelar selama dua hari, Sabtu-Minggu (18–19 Oktober 2025) ini, menjadi bentuk metamorfosis dari program Bioskop Kampus yang selama ini menjadi agenda rutin LFM.

Dengan mengusung tema “Metamorfosis”, HFF menjadi simbol perubahan arah kegiatan perfilman kampus: dari pemutaran lokal menjadi festival berskala nasional.

Selama dua hari penyelenggaraan, ratusan penonton memenuhi area pemutaran di Kampus Tamalanrea untuk menikmati berbagai film pendek dari sineas muda lintas pulau.

“Harapannya HFF bisa menyajikan ruang-ruang perfilman, di mana teman-teman dapat melihat bagaimana film pendek terbuat atau dibentuk,” ujar Ketua Umum LFM Unhas, Muhammad Husain Fadhullah.

Ia menambahkan, festival ini merupakan kelanjutan dari Bioskop Kampus yang kini berkembang menjadi ajang kompetisi. “Ke depan, kami berharap skalanya tak lagi nasional, tapi bisa menembus level internasional. Film-filmnya pun semoga lebih bagus lagi,” katanya.

Selain pemutaran film, HFF juga menghadirkan diskusi panel yang melibatkan pembuat film dan penonton. Forum ini menjadi wadah berbagi pengetahuan dan pengalaman, sekaligus menumbuhkan budaya diskusi perfilman di kalangan mahasiswa.

Puncak acara digelar melalui Awarding Night pada Sabtu (18/10/2025) malam, yang menjadi ajang apresiasi bagi para sineas muda. Sejumlah film berhasil meraih penghargaan dalam berbagai kategori.

Film fiksi terbaik dan naskah terbaik diraih oleh Warung Acil Idah garapan Jagat Raya Films. Sutradara terbaik dimenangkan oleh Tubuh Maria karya Ranggalih. Untuk kategori dokumenter terbaik, juri memilih Sisa Kita produksi FPSD UPI.

Sementara itu, fiksi terbaik versi juri diberikan kepada dua film: Pirates of Sepuluh Ribuan dari Fiktive Production dan Els Invisibile karya Ranggalih. Dokumenter terbaik versi juri jatuh pada Iker Mar produksi DAAI TV.

Antusiasme penonton terlihat sejak pemutaran pertama. Putra, mahasiswa Teknik Informatika, mengaku terkesan dengan film Subuh.

“Tanggapan saya soal main event hari ini itu ‘nyampe’ semua, terutama film favoritku Subuh. Tanpa dialog, tapi penonton bisa mengerti bagaimana situasi antara bapak dan anak,” ujarnya.

Senada dengannya, Faiz dari Sastra Jepang juga mengungkapkan kekagumannya. “Film favorit saya Gadis dan Penatu. Saya tunggu original soundtrack-nya di Spotify, terlalu bagus,” katanya sambil tersenyum.

Hasanuddin Film Festival menjadi tonggak baru perjalanan LFM Unhas dalam membangun ekosistem sinema muda di Indonesia Timur.

Dari ruang pemutaran sederhana menuju panggung nasional, HFF menegaskan peran kampus sebagai pusat apresiasi dan edukasi perfilman. “Ini bukan sekadar kompetisi, tapi ruang tumbuh bagi sineas muda,” tutup Husain.

(Rizka Fraja / Unhas.TV)