Opini

Ilmuwan dalam Bayang-Bayang Produsen Teknologi

Dalam bayang-bayang

Oleh: Khusnul Yaqin*

Di era digital saat ini, ilmu berkembang dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebagian besar berkat teknologi yang mempermudah pengumpulan, analisis, dan penyebaran data. Namun, di balik kemudahan ini, ada persoalan yang sering diabaikan: ketergantungan ilmuwan pada platform dan perangkat yang dikendalikan oleh produsen teknologi. Tanpa disadari, banyak ilmuwan telah menjadi “budak” dari perusahaan-perusahaan yang menyediakan alat pengumpul data, sekaligus menjadi sumber daya yang tanpa henti menyuplai informasi untuk kepentingan bisnis mereka.

Salah satu aspek paling krusial dari fenomena ini adalah metode pengumpulan data. Teknologi digital memang menawarkan efisiensi yang luar biasa—sensor otomatis, drone pemantau, dan kecerdasan buatan dapat mengumpulkan serta menganalisis data dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Namun, kemudahan ini datang dengan harga mahal: hilangnya kendali atas data yang dikumpulkan. Setiap interaksi yang dilakukan melalui perangkat digital hampir selalu direkam, disimpan, dan sering kali diakses oleh pihak ketiga, terutama perusahaan teknologi yang memiliki infrastruktur data tersebut.

Sebagai contoh, seorang ilmuwan lingkungan yang menggunakan sensor digital untuk mengukur kualitas air atau pergerakan spesies tertentu mungkin tidak menyadari bahwa data yang dikumpulkannya secara otomatis tersimpan dalam server milik perusahaan penyedia perangkat. Dalam banyak kasus, ilmuwan tidak benar-benar memiliki kendali penuh terhadap informasi yang mereka kumpulkan. Hal ini membuka celah bagi eksploitasi, di mana perusahaan teknologi dapat menggunakan atau bahkan menjual data tersebut untuk kepentingan yang tidak selalu sejalan dengan tujuan penelitian ilmiah.

Ilmuwan di Bayang-Bayang Raksasa Teknologi: Ketika Inovasi Diarahkan oleh Kekuatan Korporasi.
Ilmuwan di Bayang-Bayang Raksasa Teknologi: Ketika Inovasi Diarahkan oleh Kekuatan Korporasi.


Di sinilah metode pengumpulan data tradisional memiliki keunggulan yang sering kali diremehkan. Penggunaan catatan manual, observasi langsung, wawancara lapangan, serta pencatatan berbasis analog memungkinkan ilmuwan menjaga independensi mereka. Tidak seperti data digital yang bisa diakses, disadap, atau bahkan dimanipulasi dari jarak jauh, data yang dikumpulkan secara tradisional hanya dapat diakses oleh mereka yang secara fisik memiliki catatan tersebut.

Sebagai contoh, seorang antropolog yang mencatat interaksi sosial di sebuah komunitas terpencil dengan tulisan tangan dalam jurnalnya memiliki kendali penuh terhadap data yang ia miliki. Tidak ada sistem pelacakan, tidak ada perusahaan yang dapat mengaksesnya tanpa izin, dan tidak ada risiko penyalahgunaan oleh pihak yang berkepentingan di luar lingkup akademis. Hal yang sama berlaku bagi peneliti ekologi yang mencatat pola migrasi burung dengan metode pengamatan langsung, tanpa bantuan alat digital yang dapat menyimpan informasi tersebut dalam server milik korporasi.

Tentu saja, ini bukan berarti metode tradisional harus menggantikan teknologi digital sepenuhnya. Keduanya memiliki kelebihan dan dapat digunakan secara bersamaan secara bijak. Namun, yang perlu ditekankan adalah bahwa ketergantungan penuh pada teknologi digital membuat ilmuwan semakin rentan terhadap eksploitasi. Ilmu seharusnya berkembang dengan prinsip kemandirian dan kebebasan akademik, bukan sebagai perpanjangan tangan dari korporasi yang memiliki kepentingan ekonomi terhadap data yang dikumpulkan.

Ke depan, ilmuwan perlu lebih sadar terhadap implikasi dari penggunaan teknologi dalam pengumpulan data. Pendekatan yang lebih bijak adalah dengan mengombinasikan metode digital dan tradisional, sambil memastikan bahwa data tetap berada dalam kendali mereka sendiri. Ilmu  tidak boleh kehilangan kebebasannya hanya karena tergoda oleh efisiensi teknologi yang pada akhirnya lebih menguntungkan produsen perangkat dibandingkan mereka yang melakukan penelitian.

Seringkali peneliti tergoda oleh kecepatan, tanpa peduli atau lebih parah lagi tidak sadar tentang keamanan data. 

Rasul SAW telah mengingatkan kita bahwa : 

الْأَنَاةُ مِنَ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

"Ketelitian (berpikir mendalam sebelum bertindak) itu dari Allah, sedangkan ketergesaan itu dari setan."

Agar tidak terpengaruh oleh karakter syaitoniyah, peneliti atau ilmuan mesti melakukan tazkiyatun nafs yang serius untuk memperluas dan mempertajam bashirahnya. Dengan basihrah yang luas dan tajam peneliti tidak rentan tereksploitasi oleh komprador produsen teknologi. 

WA Allahu A'lam bi Al Shawab


                                                                                                                    Tamalanrea mas, 10 Maret 2025


*Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin