MAKASSAR, UNHAS.TV - Sejumlah illmuwan dari Jepang dan Amerika Serikat secara terpisah sedang meneliti neutrimo, satu patikel sub atomic, yang diyakini bila diketahui karakteristiknya maka akan didapat jawaban dari pertanyaan yang selama ini belum terpecahkan: "mengapa alam semesta ini ada"?
Pertanyaan itu sungguh jauh lebih menantang dibanding mencari jawaban dari pertanyaan "bagaimana alam semesta terbentuk"? Saking menantangnya, ilmuwan dari Amerika Serikat membangun satu detektor "rahasia" yang berada dalam proyek penelitian bernama Deep Underground Neutrino Experiment (DUNE).
Detektor DUNE ini ditempatkan di dalam satu lorong besar sepanjang 1,3 kilometer yang membentang mulai dari Sanford Underground Research Facility di South Dakota hingga ke Fermi National Accelerator Laboratory di Illinois. Lorong tersebut dibuat berada 1,5 kilometer di bawah permukaan tanah.

Adapun ilmuwan Jepang yang lebih dulu melakukan penelitian neutrino menciptakan detektor berbentuk kubah besar selluas 9.650 kilometer. Detektor bernama Hyper-K ini jauh lebih besar dibandingkan detektor versi sebelumnya, yakni Super K.
Lalu apa itu neutrino? Neutrino adalah partikel misterius yang dinilai dapat mengubah pemahaman manusia tentang alam semesta. Zat ini sering juga dijuluki sebagai "partikel hantu," karena sulit dipelajari dalam fisika modern.
Dengan massa yang sangat kecil, hampir tidak berinteraksi dengan materi, dan mampu menembus benda padat seperti Bumi tanpa hambatan, neutrino menawarkan tantangan sekaligus peluang besar bagi para ilmuwan untuk memahami hakikat alam semesta.
Neutrino adalah partikel elementer yang termasuk dalam keluarga lepton, bersama dengan elektron, muon, dan tau. Neutrino memiliki tiga "rasa" (flavor): neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau.
Salah satu sifat unik neutrino adalah osilasi, yaitu kemampuan untuk berubah dari satu flavor ke flavor lain saat bergerak melalui ruang. Fenomena ini menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa, meskipun sangat kecil, sebuah penemuan yang mengguncang fisika partikel pada akhir abad ke-20.
Neutrino dihasilkan dalam berbagai proses alamiah, seperti reaksi fusi di matahari, ledakan supernova, dan peluruhan radioaktif di dalam Bumi. Selain itu, neutrino juga dihasilkan dalam eksperimen buatan, seperti di reaktor nuklir atau akselerator partikel.
Karena sifatnya yang sulit dideteksi, penelitian tentang neutrino membutuhkan teknologi canggih dan detektor raksasa yang sering ditempatkan di bawah tanah untuk mengurangi gangguan dari radiasi kosmik.
Eksperimen NOvA di Amerika Serikat, yang menggunakan detektor raksasa untuk menangkap neutrino yang dihasilkan oleh akselerator di Fermilab, merilis hasil terbaru pada Juni 2024.
Data menunjukkan preferensi yang lebih kuat terhadap "urutan massa normal" (di mana neutrino elektron memiliki massa lebih kecil dibandingkan neutrino muon dan tau) dibandingkan "urutan terbalik." Selain itu, NOvA meningkatkan presisi pengukuran osilasi neutrino, membantu mempersempit misteri tentang sifat fundamental partikel ini.
Penelitian neutrino menghadapi tantangan besar karena sifat partikel ini yang sulit dideteksi. Detektor neutrino, seperti yang digunakan dalam eksperimen Super-Kamiokande di Jepang, IceCube di Antartika, atau DUNE (Deep Underground Neutrino Experiment) yang sedang dikembangkan di AS, sering kali berukuran sangat besar dan ditempatkan di lokasi terisolasi untuk meminimalkan gangguan.
Teknologi ini melibatkan tangki air ultra-murni, kristal berkilau, atau es kutub yang digunakan untuk menangkap interaksi langka neutrino dengan materi.
Selain itu, analisis data dari eksperimen neutrino membutuhkan komputasi canggih dan kolaborasi internasional. Misalnya, CERN, meskipun lebih dikenal dengan penelitian Large Hadron Collider, juga mendukung penelitian neutrino melalui eksperimen seperti T2K dan fasilitas lainnya.(*)