INGGRIS, UNHAS.TV - Di pagi yang cerah, dengan cahaya matahari menyusup lembut di antara dedaunan dan udara segar yang mengalir tenang, telah lama menjadi lambang keharmonisan antara manusia dan alam.
Namun, lanskap yang menenangkan ini bisa saja segera berubah menjadi bagian dari masa lalu. Di tengah krisis iklim yang kian mengancam, para ilmuwan kini tengah mengeksplorasi opsi yang sebelumnya nyaris tak terpikirkan: membatasi intensitas sinar matahari yang mencapai permukaan bumi.
Strategi ini, yang termasuk dalam pendekatan geoengineering, bertujuan untuk meredam laju pemanasan global dengan memantulkan kembali sebagian radiasi matahari ke luar angkasa.
Pemerintah Inggris, lewat Advanced Research and Invention Agency (ARIA), telah mengalokasikan dana sebesar £50 juta atau sekitar Rp1 triliun untuk mendanai serangkaian proyek geoengineering, salah satunya adalah eksperimen mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk ke bumi. Langkah ini bertujuan untuk menahan laju pemanasan global yang kian mengkhawatirkan.
Profesor Mark Symes, Direktur Program ARIA, menjelaskan bahwa dalam beberapa minggu mendatang, akan dilakukan uji coba kecil di ruang terbuka.
"Kita akan melakukan eksperimen yang sangat terkontrol dengan pendekatan spesifik, tanpa melibatkan pelepasan zat beracun ke lingkungan," ujarnya sebagaimana dilansir The Telegraph (15 April 2025).
Menantang Matahari: Refleksi Cahaya Demi Iklim
Geoengineering, atau rekayasa iklim, adalah seperangkat teknologi radikal yang bertujuan mengurangi efek perubahan iklim.
Salah satu pendekatan yang tengah dikaji adalah solar radiation management—teknik yang mencoba memantulkan kembali sebagian cahaya matahari ke luar angkasa sebelum ia memanaskan permukaan bumi.
Metode ini bisa dilakukan dengan menyemprotkan partikel aerosol ke lapisan stratosfer—mirip dengan bagaimana letusan gunung berapi dapat mendinginkan bumi sementara waktu.
Ada juga eksperimen lain, seperti mencerahkan awan laut dengan menyemprotkan partikel garam ke udara agar awan memantulkan lebih banyak cahaya.
“Jika kita menyuntikkan partikel kecil ke dalam awan, kita bisa membuatnya lebih reflektif,” jelas Prof. Jim Haywood, pakar ilmu atmosfer dari University of Exeter. “Artinya, lebih banyak cahaya matahari akan kembali ke angkasa ketimbang masuk ke bumi, The Guardian (22/4).”