Lingkungan
Saintek

Ilmuwan Inggris Eksperimen Kurangi Panas Matahari untuk Menyelamatkan Bumi



Sejumlah ilmuwan ambisius di Inggris tengah mengusulkan penerapan rekayasa geo-atmosfer sebagai upaya untuk mengurangi pemanasan berlebih dari sinar matahari terhadap Bumi. Credit: UPI.
Sejumlah ilmuwan ambisius di Inggris tengah mengusulkan penerapan rekayasa geo-atmosfer sebagai upaya untuk mengurangi pemanasan berlebih dari sinar matahari terhadap bumi. Credit: UPI.


Solusi atau Ancaman Baru?

Meskipun terdengar menjanjikan, teknologi ini bukan tanpa risiko. Para ilmuwan memperingatkan bahwa rekayasa iklim semacam ini dapat memicu konsekuensi tak terduga, seperti kekeringan ekstrem, badai tropis yang lebih kuat, atau bahkan gangguan pada pola cuaca global yang telah berlangsung ribuan tahun.

Sebuah studi dari Rutgers University di New Jersey (2018) mengungkapkan bahwa jika proyek rekayasa matahari dilakukan dan tiba-tiba dihentikan, suhu bumi bisa melonjak hingga 10 kali lebih cepat dibandingkan pemanasan alami.

Profesor Alan Robock, salah satu peneliti dalam studi itu, menyebut skenario tersebut sebagai “ancaman besar bagi keanekaragaman hayati dan kehidupan alami.”

"Bayangkan saja jika dunia mengalami kekeringan besar atau banjir global, lalu masyarakat menyalahkan proyek ini dan mendesak untuk dihentikan mendadak. Kita belum tahu apakah kita siap menghadapi risiko sebesar itu," kata Robock.

Dari Menyerap Karbon Hingga Mendinginkan Laut

Selain rekayasa cahaya matahari, berbagai metode geoengineering lain juga sedang diuji di berbagai belahan dunia. Misalnya:

  • Penyerapan CO2 lewat kipas raksasa: Fasilitas di Northwich, Cheshire, Inggris, diklaim mampu menyerap hingga 40.000 ton CO₂ setiap tahun (The Telegraph, 15 April 2025).
  • "Pemupukan laut" dengan besi: Menambahkan nutrien ke laut agar organisme fotosintetik tumbuh subur dan menyerap CO₂.
  • Alkalisasi laut: Menambahkan kapur untuk meningkatkan kemampuan laut menyerap karbon.
  • Reboisasi gurun: Mengubah gurun menjadi lahan hijau dengan jutaan pohon untuk menyerap emisi.

Sayangnya, banyak dari metode ini masih diragukan efektivitasnya. Beberapa studi menyatakan bahwa efeknya dalam menurunkan suhu bumi sangat terbatas.

Menuju Masa Depan yang Terkontrol?

Meskipun menuai pro dan kontra, banyak ilmuwan sepakat bahwa dunia perlu melakukan sesuatu yang luar biasa untuk menahan laju perubahan iklim.

Dengan kombinasi kebijakan pengurangan emisi karbon dan teknologi baru seperti geoengineering, harapannya adalah menjaga suhu bumi agar tidak naik lebih dari 1,5 derajat Celsius—ambang batas kritis yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.

Namun satu hal yang pasti: eksperimen besar terhadap sistem alam seperti ini bukan hanya urusan teknologi dan sains, tapi juga soal etika, politik, dan masa depan umat manusia.

“Ini bukan solusi ajaib,” ujar Prof. Symes dari ARIA. “Tapi jika berhasil, kita bisa punya opsi tambahan dalam menghadapi krisis iklim global. Dan waktu kita tidak banyak.” (*)