UNHAS.TV - Indonesia tengah berupaya mewujudkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Salah satu langkah yang ditempuh adalah percepatan transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.
Namun, di tengah ambisi besar tersebut, keterbatasan infrastruktur pengisian daya listrik masih menjadi kendala utama, terutama di daerah pelosok.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga Februari 2025, jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersedia di Indonesia baru mencapai 3.202 unit yang tersebar di 2.180 titik. Angka ini masih jauh dari ideal untuk mendukung pertumbuhan kendaraan listrik secara masif.
Menyikapi kondisi ini, kendaraan hybrid menjadi solusi alternatif. Kendaraan hybrid menggabungkan dua sumber energi—mesin bensin dan motor listrik—sehingga pengguna tidak sepenuhnya bergantung pada pengisian daya listrik yang masih terbatas.
Pakar Konversi Energi Fakultas Teknik Unhas, Dr Ir Machmud Syam DEA, menyatakan bahwa transformasi kendaraan konvensional menuju kendaraan listrik masih membutuhkan waktu panjang.
“Untuk skala nasional, transisi ini masih memerlukan pembangunan infrastruktur yang cukup lama. Namun, di kota-kota besar, kendaraan listrik bisa berkembang lebih cepat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kendaraan hybrid saat ini menjadi pilihan paling memungkinkan untuk berkembang, karena tidak sepenuhnya bergantung pada SPKLU.
Kendaraan hybrid dapat menggunakan mesin bensin saat daya listrik habis, sehingga tetap dapat digunakan di daerah dengan akses pengisian daya terbatas.
Menutup Kelemahan Kendaraan Listrik dan Konvensional
>> Baca Selanjutnya