LEIDEN, UNHAS.TV – Penemuan arkeologi terbaru oleh tim dari Universitas Leiden berhasil mengungkap sisa-sisa fosil Homo erectus berusia sekitar 140.000 tahun di dasar laut Selat Madura, Indonesia. Temuan ini menjadi jendela langka untuk melihat kembali kehidupan di daratan purba Sundaland, wilayah yang kini tertutup air laut namun dahulu menjadi ekosistem darat yang subur dan luas.(Lihat: Berghuis et al., 2024, Quaternary Environments and Humans, https://doi.org/10.1016/j.qeh.2024.100073)
Jejak Kehidupan Purba di Lembah Sungai yang Tenggelam
Rangkaian fosil ini ditemukan dalam proyek reklamasi laut di kawasan antara Pulau Jawa dan Madura. Dalam sedimen dasar laut yang dulunya merupakan lembah sungai purba, para arkeolog menemukan lebih dari 6.000 fragmen tulang—termasuk dua potongan tengkorak Homo erectus dan tulang belulang hewan dari 36 spesies berbeda, seperti kuda nil Asia, nenek moyang komodo, dan gajah purba.
Penanggalan menunjukkan usia fosil-fosil tersebut berasal dari Pleistosen Tengah, ketika permukaan laut dunia turun drastis akibat zaman es. Lembah sungai yang dahulu menjadi bagian dari sistem Sungai Solo itu kini terkubur oleh pasir laut, namun berhasil melestarikan sisa-sisa kehidupan secara alami.

Para arkeolog menemukan fosil manusia purba dan megafauna yang telah punah di dasar laut Selat Madura, yang mengungkap bahwa Homo erectus pernah berkembang biak di daratan luas yang sekarang terkubur di bawah laut. Kredit: Berghuis et al. (2024), Lingkungan Kuarter dan Manusia.
Bukti Perilaku Adaptif Homo Erectus
Temuan ini memberi bukti nyata bahwa Homo erectus bukan sekadar penghuni pasif lanskap purba. Analisis terhadap tulang-tulang hewan menunjukkan adanya bekas potongan oleh alat batu, retakan pada tulang bovid akibat pemecahan untuk mengambil sumsum, serta sisa kerang dan ikan yang telah dikonsumsi. Semua ini menunjukkan adanya pola berburu dan pemrosesan makanan yang kompleks, termasuk pemanfaatan sumber daya perairan.
“Ini bukan komunitas yang hidup seadanya. Mereka adalah pemburu yang tangguh dan adaptif di tengah lingkungan yang dinamis,” ujar Dr. Harold Berghuis, ketua tim peneliti dari Universitas Leiden.
Mematahkan Anggapan Homo Erectus Terisolasi
Selama ini, banyak teori menyebut Homo erectus di Jawa sebagai populasi yang terisolasi. Namun, temuan dari Selat Madura ini justru menunjukkan adanya persebaran luas Homo erectus di kawasan Sundaland, yang kala itu menghubungkan Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga Semenanjung Malaya.
Kompleksitas perilaku yang ditunjukkan oleh temuan ini bahkan membuka kemungkinan adanya interaksi dengan kelompok hominin lain dari daratan Asia, termasuk potensi pertukaran budaya atau bahkan perkawinan silang antarkelompok. Meskipun bukti genetik masih harus ditemukan, indikasi arkeologisnya jelas.

Foto dari udara Selat Madura. Kredit: Berghuis et al. (2024), Quaternary Environments and Humans.
Menuju Pameran Publik dan Riset Lanjutan
Seluruh koleksi fosil kini diamankan di Museum Geologi Bandung dan tengah dipersiapkan untuk dipamerkan kepada publik, baik secara nasional maupun dalam tur internasional. Pameran ini diharapkan dapat memberikan edukasi tentang sejarah manusia purba di wilayah Asia Tenggara yang selama ini belum banyak diangkat.
“Lautan menyimpan arsip besar sejarah manusia yang belum sepenuhnya kita buka,” kata Berghuis. “Apa yang kita temukan ini hanyalah permukaan dari lanskap purba yang lebih luas dan dalam.”