UNHAS.TV - Tidur sering kali dianggap sekadar waktu untuk beristirahat. Namun, di balik kelopak mata yang terpejam, otak bekerja keras melakukan hal paling penting dalam kehidupan manusia yakni menjaga dan memperkuat memori.
Dalam dunia kedokteran, tidur bukan hanya kebutuhan biologis, tetapi juga fondasi bagi kemampuan berpikir dan belajar.
Menurut Dokter Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas) dr Muhammad Iqbal Basri MKes SpS(K), tidur berkualitas selama 7 hingga 8 jam per malam dapat mempertajam konsentrasi dan memperkuat daya ingat seseorang.
“Pada fase tidur tertentu, otak melakukan konsolidasi memori, yaitu proses memindahkan informasi dari ingatan jangka pendek ke jangka panjang. Jika fase ini terganggu, kemampuan otak untuk mengingat pun menurun,” ujarnya saat ditemui di Makassar.
Fenomena ini terjadi karena saat seseorang tidak cukup tidur, fungsi hippocampus—bagian otak yang berperan penting dalam penyimpanan memori—menurun. Akibatnya, individu menjadi mudah lupa, sulit fokus, dan sering melakukan kesalahan sederhana.
“Itu sebabnya, banyak mahasiswa yang belajar semalaman sebelum ujian justru mengalami kesulitan mengingat materi. Otak membutuhkan waktu untuk menyimpan informasi secara bertahap, bukan secara instan,” tambah dr. Iqbal.
Penelitian menunjukkan bahwa tidur berperan langsung dalam proses pembelajaran dan daya ingat. Proses ini memperkuat koneksi antar-neuron dan membantu penyimpanan informasi dalam jangka panjang.
Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Neuroscience (Walker & Stickgold, 2006) menyebutkan, tidur memungkinkan terjadinya proses replay atau pemutaran ulang informasi yang baru dipelajari.
Lebih lanjut, studi lain dalam Journal of Sleep Research (Diekelmann & Born, 2010) mengungkapkan bahwa kualitas tidur yang buruk secara signifikan menurunkan kemampuan kognitif, terutama dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Tidur yang terganggu juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
“Bahkan pada orang tua, gangguan tidur bisa mempercepat penurunan kognitif,” kata dr. Iqbal. Ia menjelaskan, banyak lansia mengalami gangguan daya ingat akibat kualitas tidur yang rendah, bukan semata karena faktor usia.
“Tidur adalah bagian dari perawatan otak. Kalau otak tidak diberi kesempatan beristirahat, sel-sel sarafnya pun kelelahan,” lanjut dokter Iqbal.
Sleep Hygiene: Seni Tidur yang Baik
Lantas, bagaimana cara menjaga tidur agar tetap berkualitas? dr. Iqbal menekankan pentingnya sleep hygiene atau kebersihan tidur. Konsep ini mencakup kebiasaan-kebiasaan sederhana namun berdampak besar bagi kesehatan otak.
“Tidurlah di jam yang sama setiap malam. Hindari kafein setelah sore hari, dan kurangi paparan layar gawai menjelang tidur,” sarannya.
Ia menjelaskan, sinar biru dari gawai dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Selain itu, lingkungan kamar yang tenang dan gelap akan membantu tubuh lebih cepat masuk ke fase tidur dalam.
Penelitian oleh American Academy of Sleep Medicine (2021) menunjukkan, penerapan sleep hygiene secara konsisten dapat meningkatkan durasi tidur hingga 45 menit per malam dan menurunkan tingkat stres hingga 20 persen.
Tak hanya itu, tidur berkualitas juga terbukti meningkatkan fungsi memori kerja (working memory), yaitu kemampuan otak menyimpan dan memproses informasi dalam waktu singkat.
Kebiasaan tidur yang tidak teratur kini menjadi fenomena sosial. Di kalangan mahasiswa, budaya “begadang sebelum ujian” sering kali dianggap wajar, padahal merugikan.
Sementara di kalangan pekerja dan orang tua, stres dan paparan teknologi membuat kualitas tidur semakin menurun.
“Banyak orang tua yang sering lupa menaruh barang atau melupakan janji, padahal itu bisa jadi tanda otak mereka tidak cukup istirahat,” jelas dr. Iqbal. Ia menambahkan, memperbaiki pola tidur adalah langkah pertama untuk menjaga kesehatan otak jangka panjang.
Tidur yang cukup bukan hanya tentang menghindari rasa kantuk di siang hari, tetapi tentang melindungi kemampuan berpikir, belajar, dan mengingat. Seperti mesin yang perlu istirahat agar tetap bekerja optimal, otak pun membutuhkan waktu untuk memperbaiki dirinya sendiri.
Pada akhirnya, tidur bukanlah pemborosan waktu—melainkan investasi bagi daya ingat dan kesehatan mental kita. Seperti kata pepatah lama yang kini terbukti secara ilmiah: “Early to bed and early to rise makes a man healthy, wealthy, and wise.”
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Muh. Syaiful / Unhas.TV)