Opini

Masjid Nabawi Dalam Debur Hati Penuh Dosa

ADA detak yang berbeda saat kaki menjejak pelataran Masjid Nabawi. Seolah seluruh semesta berhenti memberi ruang bagi hati untuk berbicara tanpa kata.Di hadapan keagungan Nabawi, suara lirih jiwa menjelma menjadi doa-doa yang tak pernah terucap; terlalu dalam, terlalu suci, terlalu penuh harap.

Rasanya bukan hanya tubuh yang bersujud, tetapi seluruh luka, penyesalan, cinta, dan rindu pun ikut rebah dalam diam.Dedaunan kurma yang melambai di pelataran seakan turut menyaksikan, bahwa inilah tempat di mana air mata tak lagi berarti lemahia justru menjadi bahasa tertinggi yang dipahami oleh langit.

Di Raudhah, tempat yang mustajab itu, hati menjadi seluas samudra, dan tiap debur rindunya mengarah pada satu nama: Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Betapa kecilnya diri ini di hadapan makam mulia beliau, dan betapa besar kasih yang tiba-tiba menyelimuti tanpa pernah diminta, tanpa pernah diukur.

Tak hanya batin yang disucikan,tetapi tubuh pun serasa menemukan ketenangan.Jantung berdetak lebih damai, tekanan darah perlahan menurun,napas menjadi lembut seiring linangan air mata yang tak ditahan.

Di tengah keheningan spiritual, sistem saraf pun seolah diajak bersujud melepaskan beban, memperbaiki keseimbangan, dan menyembuhkan yang tersembunyi.

Di saat itu pula, tubuh melepas endorfin hormon kebahagiaan yang menenangkan rasa sakit dan menumbuhkan perasaan damai. Bersamaan dengannya, serotonin mengalir lembut menstabilkan suasana hati, meningkatkan rasa syukur, dan memberi harapan. Inilah momen ketika ibadah dan cinta pada Rasulullah tidak hanya menyehatkan ruhani, tetapi juga memulihkan jasmani. Karena sesungguhnya, zikir yang khusyuk dan tangis yang tulus adalah terapi bagi jiwa dan raga.

Dalam sujud yang dalam,hormon-hormon stres perlahan reda, dan yang tersisa hanyalah ketenangan yang tak bisa dijelaskan oleh ilmu, namun dirasakan oleh seluruh sel kehidupan.

Dalam setiap detik helaan napas, ada doa yang diselipkan tanpa suara.Dalam pandangan yang tertunduk, ada harapan yang diikat dalam iman.Tak semua yang ingin dikatakan mampu diucapkan karena Nabawi mengajarkan bahwa doa terbaik adalah yang mengalir dari hening terdalam.

Ya Allah...

Jika raga ini jauh dari Nabawi,jangan pernah biarkan hati kami jauh dari Rasul-Mu.Ijinkan kami kembali,dengan cinta yang lebih utuh, jiwa yang lebih tunduk, dan rindu yang tak pernah habis kepada kekasih-Mu, Nabi Muhammad SAW.(*)

dr Wachyudi Muchsin SKed SH MKes CMed