News
Opini

Menjaga Demokrasi Akademik dalam Suksesi Rektor Universitas Hasanuddin

drg Andi Fatahuddin MAdmKes SpRKG, Penulis adalah alumni FKG Unhas tahun 1988

Oleh: drg Andi Fatahuddin M.Adm.Kes, Sp RKG*

Pemilihan rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk periode 2026–2030 telah dilaksanakan. Proses ini merupakan dinamika kelembagaan yang wajar, sehat, dan konstitusional. Ini adalah demokrasi akademik yang patut kita rayakan sebagai langkah positif untuk menjaga kualitas pendidikan tinggi.

Sebagai salah satu universitas terkemuka, Unhas tidak hanya menghasilkan lulusan berkualitas. Unhas juga mencerminkan sistem kelembagaan akademik yang sehat dan berintegritas. Tujuannya adalah memastikan kesinambungan kepemimpinan, menjaga capaian institusi, dan mendorong Unhas maju.

Pemilihan calon rektor dilaksanakan pada 3 November 2025 oleh Senat Akademik. Proses ini mencerminkan upaya serius menjaga kualitas kepemimpinan akademik.

Tiga calon teratas meraih dukungan terbanyak, yaitu Jamaluddin Jompa, Budu, dan Sukardi Weda. Proses ini berjalan dengan mekanisme yang jelas, terbuka, dan sesuai Statuta Unhas. Selanjutnya, hasil ini dibawa ke tahap penetapan akhir oleh Majelis Wali Amanat. Hal ini menggarisbawahi komitmen Unhas. Setiap keputusan penting harus merupakan hasil pertimbangan akademik dan institusional yang matang.

Di tengah dinamika internal, demokrasi akademik sering terlupakan. Padahal, demokrasi akademik adalah sendi penting dalam tata kelola perguruan tinggi yang baik. Anggota Senat Akademik adalah para akademisi terpelajar. Mereka memiliki kebebasan akademik yang kuat, kapasitas keilmuan yang tinggi, serta integritas personal dan institusional.

Dengan karakter tersebut, mereka tidak mudah dipengaruhi, ditekan, atau digiring oleh kepentingan tertentu. Kepentingan itu berada di luar mekanisme formal universitas.

Oleh karena itu, meragukan pilihan Senat Akademik sama dengan meragukan kapasitas dan integritas komunitas akademik Unhas sendiri. Yang lebih penting, pemilihan rektor bukan sekadar perebutan kekuasaan. Ini adalah upaya menentukan arah dan masa depan institusi berdasarkan kualitas kepemimpinan yang terukur.

Proses ini juga diwarnai berbagai tantangan. Namun, menjadi tidak tepat jika setelah proses demokrasi yang sah, muncul narasi yang menyudutkan calon atau mempertanyakan legitimasi proses. Sikap demikian mencerminkan ketidakmauan menerima demokratisasi akademik.

Ini juga menunjukkan kecenderungan memaksakan kehendak di luar mekanisme kelembagaan. Hal ini terkesan sebagai upaya menggiring opini untuk mempengaruhi proses penetapan di MWA. Sikap seperti itu tidak sejalan dengan etika akademik dan semangat kebersamaan institusi.

Sikap tidak mendukung hasil demokrasi akademik dapat menurunkan moral dan integritas institusi. Universitas Hasanuddin menegaskan bahwa perbedaan pandangan adalah hal wajar.

Namun, perbedaan itu harus disalurkan melalui cara-cara beradab, argumentatif, dan berlandaskan aturan. Mengedepankan narasi yang menyudutkan atau mendelegitimasi proses yang sah bukan cerminan budaya akademik yang dewasa.

Sikap semacam itu justru menunjukkan ketidakberpihakan pada kemajuan Unhas. Sikap itu juga berpotensi menjerumuskan universitas ke arah kemunduran reputasi, stabilitas internal, dan kepercayaan publik.

Demokrasi akademik yang sejati tidak hanya melibatkan pemilihan pimpinan yang sah. Ia juga menciptakan rasa saling menghargai, diskusi yang terbuka, dan keputusan yang objektif.

Pada akhirnya, proses suksesi ini bukan hanya soal siapa yang menjadi rektor. Ini juga tentang bagaimana kita sebagai komunitas akademik dapat berkontribusi pada perkembangan universitas. Marwah Unhas sebagai universitas riset unggul harus dijaga.

Dibutuhkan komitmen bersama untuk mendukung kepemimpinan yang berkualitas dan berintegritas tinggi. Kita akan selalu bisa melewati tantangan ini dengan kepala dingin dan hati terbuka.

Kita harus bersama menjaga Unhas yang semakin kokoh di puncak pendidikan tinggi Indonesia. Reputasinya harus semakin kuat di kancah internasional.

Dengan demikian, mari kita hormati hasil demokrasi akademik yang telah dicapai. Kita harus menjaga etika dalam setiap langkah. Kita juga harus memastikan Unhas terus berkembang dengan kepemimpinan yang profesional, berintegritas, dan berkomitmen pada kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia.

*Penulis adalah alumni FKG Unhas tahun 1988