News
Program
Unhas Story

Matematika Bukan Pelajaran Rumit di Mata Acthasain, Dari Skor 1000 UTBK hingga Panggung Clash of Champions

Acthasain Putra Suhardi, Mahasiswa Pendidikan Dokter Unhas, 16 Besar Clash of Champions (COC). (dok unhas.tv)

UNHAS.TV - Pukul satu dini hari di sebuah kamar, cahaya layar laptop memantul di wajah seorang calon mahasiswa berambut hitam pendek. Di layar, deretan angka, simbol, dan grafik menari dalam diam.

Di kursi itu duduk Acthasain Putra Suhardi, mahasiswa yang kini tercatat di Prodi Pendidikan Dokter angkatan 2024. Anak muda asal Bone yang menemukan ketenangan dalam rumus dan angka, bukan dalam tidur.

“Waktu itu satu bulan penuh aku tidur pagi, bangun sore. Kayak kelelawar,” katanya terkekeh. “Tapi itu jalan terbaik buatku belajar.”

Cara belajar yang “tidak sehat” itu mengantarnya pada hasil yang tak biasa. Dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2024, Zain mencatatkan skor sempurna 1000 untuk tes Penalaran Matematika.

Tentunya sebuah nilai yang membuat namanya beredar di forum-forum pelajar nasional. Di layar ponselnya, notifikasi ucapan selamat berdatangan tanpa henti.

Namun perjalanan Zain tak berhenti di angka itu. Setahun kemudian, mahasiswa yang dulunya ingin meninggalkan dunia matematika justru kembali menghidupinya di panggung Clash of Champions (COC) Season 2.

COC dikenal sebagai sebuah ajang adu kemampuan intelektual antaruniversitas di tingkat nasional yang disiarkan secara luas.

Dari 80 peserta yang terseleksi, Zain bertahan hingga Top 16, menjadi satu-satunya wakil Universitas Hasanuddin. Sayangnya, ia kemudian tak masuk babak selanjutnya. 

Dari Angka ke Anatomi

Keputusan Zain untuk kuliah di kedokteran tak datang dari rencana panjang. Ia mengaku “bosan dengan matematika” ketika duduk di bangku SMA. Sejak SMP, hidupnya nyaris penuh dengan angka. Ikut olimpiade, kompetisi, dan pelatihan matematika.

“Kayak capek aja,” katanya pelan. “Dari SMP sampai SMA lombanya matematika terus. Akhirnya mikir, apalagi sih yang mau dikembangin di situ?” ujar Zain yang kini memiliki posisi baru sebagai Academics & Business Development Intern dari Math/Sempoa di Ruangguru ini.

Atas saran orang tuanya, ia mendaftar Fakultas Kedokteran melalui jalur SNBT. Pilihan pertamanya adalah FK Universitas Gadjah Mada, dan kedua FK Universitas Hasanuddin. Takdir membawanya ke pilihan kedua dan kini ia mengaku bersyukur atas itu.

Semester-semester awal di kedokteran terasa seperti membuka dunia baru. Anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia menjadi pelajaran yang ia pelajari dengan rasa ingin tahu yang sama seperti saat dulu ia menurunkan rumus-rumus geometri.

“Waktu semester satu itu menarik banget. Kita belajar hal-hal yang benar-benar baru. Tapi masuk semester tiga, mulai terasa beban anak FK. Banyak banget materinya,” kata alumnus SMAN 1 Watampone, Bone ini.

Bagi Zain, kuliah di kedokteran tidaklah sulit. Kunci bisa bertahan di kedokteran bukan kecerdasan, tapi disiplin dan konsistensi.

Setiap hari, selepas kuliah, ia membaca ulang PowerPoint dosen. Tak ada ruang untuk menunda. “Kalau sehari aja berhenti, bakal keteteran,” katanya.

Namun, bekas jejak matematika masih menempel di cara berpikirnya. “Kedokteran itu juga soal problem solving,” kata Zain. “Cuma kalau dulu aku nyari x di persamaan, sekarang aku nyari sebab di diagnosis.”

Ketika Logika Menjadi Bahasa

Zain tak pernah benar-benar lepas dari dunia angka. Saat masih duduk di kelas 10 SMA, ia meraih Silver Medal International Award Mathematic Invitation Final Round 2022, ajang yang diikuti ratusan peserta dari Eropa Timur dan Asia.

“Lombanya lewat Zoom, tiga kamera,” ujarnya tertawa. “Ketat banget, tapi lebih mudah dibanding OSN. Karena soalnya pilihan ganda.”

Di balik keberhasilannya, Zain tak memandang matematika sebagai pelajaran yang rumit. “Matematika itu menarik karena kita cuma perlu ngafal dikit,” katanya sambil tersenyum. “Hafal satu dua rumus aja bisa ngerjain hampir seratus soal.”

Ia menatap angka bukan sebagai momok, tapi teka-teki. “Matematika jadi berat kalau kita belum nemu jawabannya. Tapi begitu nemu, rasanya puas banget,” katanya.

Baginya, keindahan matematika terletak pada logika di balik rumus. “Kita sering mikir rumus lingkaran dan persegi itu beda, padahal sebenarnya satu turunan. Cuma disederhanakan buat orang umum,” jelasnya dengan antusias.

Cara berpikir inilah yang membuat Zain unggul di berbagai ujian. “Dari kecil, orang tuaku selalu ngedorong buat ngerti logikanya, bukan ngafal rumusnya,” ujarnya. “Kalau logikanya udah nyambung, semua soal kelihatan gampang.”

Malam Panjang Menuju Skor Sempurna

>> Baca Selanjutnya