UNHAS.TV - Di tengah riuh pengunjung Prolo Coffee & Eatery yang sibuk memandangi layar laptop dan menyeruput kopi dari gelas kertas, seorang perempuan tampak duduk dengan kaki menyilang. Ia condong ke kiri, sementara bahu kanannya terangkat sedikit lebih tinggi.
Posisi duduk yang tampak nyaman itu barangkali sudah menjadi kebiasaan. Namun, menurut para ahli, posisi seperti itu bisa menjadi awal dari masalah besar: skoliosis fungsional.
Skoliosis atau kelengkungan tulang belakang selama ini lebih sering dikaitkan dengan faktor genetik atau cedera sejak kecil.
Namun belakangan, para ahli kedokteran fisik dan rehabilitasi mulai memperingatkan soal peran gaya hidup modern terhadap postur tubuh.
"Kalau kebiasaan duduk salah dilakukan terus-menerus, efeknya bisa ke postur dan bahkan memicu skoliosis fungsional," kata Dr. dr. Yose Waluyo, SpKFR., MS(K), dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, dalam sebuah wawancara.
Menurut Dr. Yose, skoliosis secara umum terbagi menjadi dua jenis: struktural dan fungsional. Skoliosis struktural biasanya disebabkan oleh kelainan bentuk tulang belakang sejak lahir atau akibat cedera, dan tidak bisa diubah hanya dengan perbaikan kebiasaan.
Namun, skoliosis fungsional berbeda. Ia muncul karena adaptasi tubuh terhadap kebiasaan buruk yang dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu lama.
“Banyak orang terbiasa duduk menyilang, miring, atau menunduk lama. Kalau cuma beberapa menit, mungkin tidak berdampak. Tapi kalau berjam-jam setiap hari, itu bisa memengaruhi bentuk tulang belakang,” ujar dr Yose.
Dalam ruang praktiknya, dr. Yose kerap menemui pasien muda dengan keluhan nyeri punggung, bahu tidak sejajar, hingga penurunan fleksibilitas.
Banyak di antara mereka adalah mahasiswa atau pekerja kantoran yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, tanpa sadar postur tubuh mereka mulai berubah.
Sebuah studi dari National Library of Medicine menyebutkan bahwa 38 persen kasus skoliosis pada remaja dan dewasa muda di kota-kota besar terjadi bukan karena kelainan bawaan, melainkan karena kebiasaan hidup—mulai dari penggunaan gadget secara intens hingga minimnya aktivitas fisik.
Menurut dokter Yose, postur tubuh yang baik bukan hanya soal estetika. “Kalau postur terganggu, bukan cuma punggung yang kena. Bisa menjalar ke leher, bahu, pinggang, bahkan keseimbangan tubuh secara keseluruhan,” jelasnya.
Namun, kabar baiknya: skoliosis fungsional bukan vonis seumur hidup. Kondisi ini bisa dicegah dan bahkan diperbaiki jika ditangani sejak dini. Kuncinya ada pada perubahan kebiasaan.
“Perbaiki posisi duduk, berdiri, dan berjalan. Jangan terlalu lama dalam satu posisi. Lakukan olahraga yang melatih otot inti seperti yoga, pilates, atau berenang. Itu sangat membantu,” saran dokter Yose.
Penting juga untuk memiliki perabot ergonomis, terutama bagi mereka yang bekerja dari rumah atau sering duduk di meja belajar. Kursi dengan sandaran punggung yang mendukung, meja sejajar dengan tinggi siku, serta pencahayaan yang baik bisa membantu menjaga tubuh tetap tegak dan seimbang.
Di penghujung pertemuan, dokter Yose mengingatkan bahwa menjaga tulang belakang tidak perlu menunggu sakit. Ia justru harus dimulai saat tubuh masih sehat dan fleksibel.
Sementara itu, di sudut kedai kopi itu, si perempuan masih duduk dalam posisi yang sama. Barangkali tubuhnya belum merasa nyeri. Tapi seperti kata dokter Yose, “Efeknya memang tidak langsung terasa. Tapi lama-lama, tubuh akan berbicara.”
Jika Anda mulai merasa punggung cepat lelah, salah satu bahu tampak lebih tinggi, atau merasa tidak seimbang saat berjalan, mungkin sudah saatnya memeriksa postur tubuh Anda. Skoliosis bukan hanya urusan bentuk tulang—tapi juga kualitas hidup.
(Venny Septiani Semuel/Unhas.TV)