Oleh: Roslin 1)
UNHAS.TV - Program modernisasi kapal nelayan yang diluncurkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2026 merupakan salah satu inisiatif strategis pemerintah untuk meningkatkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan kerja, dan mendukung program Ekonomi Biru yang berfokus pada keberlanjutan.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, modernisasi kapal nelayan harus disusun dengan cermat, memperhatikan berbagai aspek teknis, biaya operasional, dan kemudahan perawatan, terutama dalam pemilihan material kapal.
Sebagai bagian dari program ini, kapal nelayan yang direncanakan memiliki kapasitas 30 GT (Gross Tonnage) harus dirancang untuk efisiensi jangka panjang. Tidak hanya soal kekuatan struktur kapal, tetapi juga bagaimana material yang digunakan dapat mendukung keberlanjutan operasional kapal dengan biaya yang efisien.
Kapal yang modern tidak hanya harus kuat, tetapi juga harus ekonomis untuk nelayan yang menjadi penggunanya. Dalam konteks ini, analisis komprehensif antara penggunaan kapal baja dan non-baja menjadi hal yang penting untuk diperhitungkan.
Kapal Baja: Kekuatan yang Membebani
Baja telah lama menjadi pilihan utama dalam konstruksi kapal karena kekuatan tarik dan tekan yang sangat baik. Penggunaan baja grade khusus seperti AH36 atau DH36, yang dirancang untuk menahan tekanan air laut yang ekstrem, menjadikan baja sebagai material yang sangat kuat dan tahan lama. Baja juga memiliki keunggulan dalam hal daur ulang, yang mendukung upaya pengurangan limbah konstruksi.
Namun, penggunaan baja pada kapal nelayan 30 GT memiliki beberapa tantangan, terutama dalam aspek biaya operasional dan pemeliharaan. Baja memiliki bobot mati yang cukup tinggi, yang berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar yang lebih besar.
Hal itu berpotensi membebani nelayan, terutama mereka yang memiliki kemampuan pendapatan terbatas. Selain itu, kapal baja memerlukan fasilitas docking yang memadai dan perawatan anti-korosi secara rutin.
Semua biaya ini tentunya menambah beban finansial bagi nelayan, sehingga berpotensi mengurangi keberlanjutan program ini jika biaya operasional kapal tidak dapat ditutupi oleh pendapatan dari hasil tangkapan.
Kapal Non-Baja: Alternatif yang Lebih Ekonomis
Di sisi lain, material non-baja menawarkan alternatif yang lebih ringan dan efisien. Beberapa material non-baja yang dapat digunakan adalah aluminium, HDPE (High-Density Polyethylene), kayu, dan fiberglass.
Aluminium: Material ini memiliki keunggulan dalam hal ringan dan tahan terhadap korosi, yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar. Namun, biaya material aluminium cukup tinggi, dan pengelasan aluminium membutuhkan teknik khusus dan gas argon yang mungkin sulit diakses oleh nelayan di daerah terpencil. Meskipun demikian, potensi penghematan bahan bakar dalam jangka panjang menjadikannya pilihan menarik untuk kapal nelayan.
HDPE (High-Density Polyethylene): Material ini dikenal karena kekuatan dan kelenturannya, serta ketahanannya terhadap retak. Meski demikian, HDPE membutuhkan teknik perbaikan khusus, yang hanya dapat dilakukan oleh ahli tertentu. Jika terjadi kerusakan, metode perbaikan yang lebih rumit ini bisa menjadi kendala.
Kayu: Meskipun material kayu sudah dikenal luas dan digunakan oleh nelayan sejak zaman dahulu, pemakaiannya semakin dibatasi oleh isu keberlanjutan global seperti deforestasi. Penggunaan kayu berkualitas tinggi yang berasal dari pohon berakar tunggang berpotensi bertentangan dengan komitmen pelestarian hutan.
Fiberglass: Material komposit ini memiliki keunggulan dalam hal kekuatan, bobot yang ringan, serta ketahanan terhadap korosi. Fiberglass juga memiliki masa pakai yang sangat panjang dan mudah dalam perawatan. Keunggulan utamanya adalah kemudahan bagi nelayan untuk melakukan perbaikan mandiri tanpa bergantung pada infrastruktur galangan kapal yang canggih. Selain itu, biaya operasional kapal fiberglass jauh lebih rendah dibandingkan kapal baja.
Fiberglass Menjadi Pilihan yang Tepat?
Berdasarkan perbandingan material tersebut, fiberglass menunjukkan potensi sebagai material yang lebih efisien dalam konteks kapal nelayan 30 GT ke bawah.
Pertama, biaya operasional kapal fiberglass jauh lebih rendah dibandingkan baja, karena bobot yang lebih ringan mengurangi konsumsi bahan bakar.
Kedua, biaya pemeliharaan kapal fiberglass lebih terjangkau, karena tidak memerlukan perawatan anti-korosi yang mahal dan rumit seperti pada kapal baja.
Selain itu, pembangunan kapal fiberglass bersifat padat karya dan dapat menyerap tenaga kerja lokal secara signifikan. Estimasi serapan tenaga kerja untuk 1.000 unit kapal 30 GT dapat mencapai sekitar 12.000 orang. Hal ini tidak hanya mendukung perekonomian lokal tetapi juga memperkuat industri galangan kapal rakyat (Usaha Kecil dan Menengah).
Pembangunan kapal fiberglass dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan karena biaya operasional yang rendah memungkinkan lebih banyak pendapatan dari hasil tangkapan yang bisa dialokasikan untuk peningkatan taraf hidup mereka.
Rekomendasi untuk KKP
Guna memastikan keberhasilan program modernisasi kapal nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebaiknya memprioritaskan penggunaan fiberglass sebagai material utama untuk kapal nelayan berukuran 30 GT ke bawah. Beberapa alasan mengapa fiberglass layak menjadi pilihan utama adalah sebagai berikut:
Dampak Sosial: Pembangunan kapal fiberglass dapat menyerap tenaga kerja lokal secara masif. Hal ini sejalan dengan program pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan nelayan.
Kesejahteraan Nelayan: Biaya operasional yang rendah, terutama dalam hal konsumsi bahan bakar dan pemeliharaan kapal, akan memastikan lebih banyak pendapatan dari hasil tangkapan yang dapat dialokasikan untuk kesejahteraan keluarga nelayan.
Pemberdayaan UKM: Pemanfaatan fiberglass akan memperkuat industri galangan kapal rakyat yang berperan penting dalam perekonomian daerah pesisir.
Dengan mempertimbangkan keuntungan-keuntungan tersebut, fiberglass menawarkan solusi yang lebih ekonomis dan berkelanjutan bagi sektor kelautan dan perikanan Indonesia, sekaligus memberikan dampak positif bagi kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir.
Kesimpulan
Program modernisasi kapal nelayan merupakan langkah penting dalam meningkatkan daya saing sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Pemilihan material yang tepat akan menentukan keberlanjutan program ini. Dalam hal ini, fiberglass merupakan pilihan yang lebih efisien dan ekonomis jika dibandingkan dengan baja, terutama untuk kapal nelayan berukuran 30 GT ke bawah.
Dengan mempertimbangkan dampak sosial, kesejahteraan nelayan, dan penguatan industri galangan kapal lokal, fiberglass menjadi solusi terbaik untuk masa depan modernisasi kapal nelayan Indonesia. (*)
1) Roslin, Pemerhati Nelayan, Alumni Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar
2) Tulisan ini menanggapi Program Modernisasi Kapal Nelayan T.A. 2026 di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Menakar efisiensi material kapal pada Program Modernisasi Kapal Nelayan T.A. 2026 di Kementerian Kelautan dan Perikanan antara kapal baja vs kapal non-baja. (dok unhas tv)



-300x182.webp)

-300x136.webp)

