UNHAS.TV - Di pesisir barat Pulau Sulawesi, Kota Makassar terus tumbuh. Dari ketinggian, bentang kotanya tampak seperti jalinan beton dan aspal yang kian rapat, menelusup hingga ke tepian laut dan mendesak ruang hijau yang kian menipis.
Lebih dari 1,48 juta jiwa kini hidup di kota pelabuhan tua ini. Tempat di mana dulu laut dan daratan menyatu dalam ritme perdagangan rempah.
Kini, deretan rumah, kompleks perumahan baru, pusat perbelanjaan, dan bangunan bertingkat menjadi lanskap dominan yang menandai geliat ekonomi sekaligus tantangan ekologinya.
“Kalau kita berbicara pertumbuhan permukiman, itu tidak bisa dilepaskan dari pertumbuhan perkotaan,” kata Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ir Mimi Arifin MSi.
“Karena lahan permukiman adalah bagian dari lahan perkotaan,” lanjut Prof Mimi dalam program siniar Unhas Speak Up di Unhas TV.
Makassar, katanya, tidak tumbuh dalam semalam. Kota ini berkembang melalui sejarah panjang kebijakan dan migrasi.
Tahun 1971 menjadi titik awal perubahan besar ketika pemerintah memperluas wilayah administratif Makassar, menambahkan 10 desa dari Kabupaten Gowa dan beberapa wilayah dari Maros serta Pangkep.
Luasnya melonjak hampir delapan kali lipat, dari awalnya 21 kilometer persegi menjadi 175,77 kilometer persegi. “Bayangkan, sejak saat itu dinamika pembangunan mulai bergerak cepat,” ujarnya.
Dari Baraya ke Tamalanrea
Kampus Universitas Hasanuddin menjadi saksi awal perubahan wajah kota. Saat Unhas memindahkan kampusnya dari Baraya ke Tamalanrea, daerah tersebut masih sunyi dengan hutan bambunya sebagai isinya.
Namun tak lama, pembangunan rumah dosen dan perumahan baru mulai muncul, menandai gelombang urbanisasi baru di sisi timur kota.
Bersamaan dengan itu, program pemerintah pusat seperti Perumnas, Realestat Indonesia, dan dukungan Bank BTN ikut menstimulasi pertumbuhan perumahan skala besar seperti di BTP dan Minasaupa.
“Minasaupa itu sekitar 180 hektar, BTP lebih dari 200 hektar. Dua kawasan itu, jika dibandingkan mencakup lebih dari separuh Kecamatan Tamalanrea,” kata Mimi, guru besar bidang Perumahan dan Permukiman. “Itu salah satu tonggak besar perkembangan perumahan Makassar.”
Tahun-tahun berikutnya, kota ini menapaki babak baru sebagai bagian dari kawasan metropolitan Maminasata (Makassar–Maros–Sungguminasa–Takalar), yang dicanangkan melalui Perpres Nomor 55 Tahun 2011.
Jalan-jalan baru menembus batas administratif, membuka lahan untuk kawasan industri, pendidikan, dan hunian. Seiring tumbuhnya magnet-magnet ekonomi, permukiman pun menyebar mengikuti arusnya.
Namun pertumbuhan yang cepat membawa konsekuensi. Di kawasan pesisir saja, kini tercatat lebih dari 200 hektar kawasan permukiman kumuh.
Di saat yang sama, ruang terbuka hijau semakin menyempit, hanya menyisakan 12,45 persen dari total luas kota—jauh di bawah ambang ideal 30 persen.
Kota, Rumah, dan Rasa Kebersamaan
>> Baca Selanjutnya
Guru Besar Teknik Perencanaan Wilayah & Kota Fakultas Teknik Unhas Prof Dr Ir Mimi Arifin MSi. (dok unhas.tv)






-300x169.webp)
-300x225.webp)
