Oleh: Khusnul Yaqin*
Plastik bukan sekadar sampah. Ia adalah ancaman laten yang mengintai dari darat hingga laut. Meski begitu, upaya mengurangi sampah plastik tetap harus dijalankan, sekalipun tanpa dukungan. Bisa jadi, mereka yang menutup mata atau enggan bergerak hanya belum benar-benar paham seberapa serius bahaya plastik yang dibiarkan begitu saja. Jika kita menyerah hanya karena kurangnya dukungan, maka kita ikut andil dalam mempercepat kehancuran lingkungan dan kehidupan di dalamnya.
Sampah plastik bukan sekadar pemandangan yang mengganggu. Ia bisa luruh menjadi partikel renik, dari ukuran mikro hingga nano, yang kemudian mencemari air, tanah, dan udara. Saat sudah begitu kecil, plastik tidak lagi kasatmata tetapi tetap berbahaya. Ia masuk ke dalam tubuh biota air, lalu naik ke rantai makanan manusia tanpa kita sadari. Bayangkan, kita mengonsumsi apa yang sejatinya adalah limbah buangan kita sendiri.
Perairan kita, baik tawar maupun laut, sudah lama menanggung beban akibat ulah manusia. Plastik yang mengapung, tenggelam, atau bahkan larut di dalamnya bukan sekadar mencemari, tetapi juga membunuh. Mikroplastik masuk ke dalam tubuh ikan, kerang, udang, hingga plankton yang menjadi pilar utama ekosistem perairan. Jika mereka terganggu, maka mata rantai kehidupan pun ikut runtuh.
Ketahanan pangan kita bergantung pada kesehatan ekosistem ini. Bukan hanya nelayan yang bergantung pada hasil laut, tetapi juga kita semua yang mengandalkan makanan dari air. Jika sumber pangan tercemar plastik, apakah kita bisa yakin masih makan sesuatu yang sehat? Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih bersikap seolah ini bukan masalah besar.

Kampanye Tolak Sampah Plastik. Credit: PlasticFreeJuly.Org.
Kita tidak butuh dukungan penuh untuk memulai perubahan. Setiap individu bisa bergerak dengan cara masing-masing. Di rumah, di kantor, atau bahkan ruang kerja sendiri bisa disulap menjadi bank plastik bekas. Lalu plastik-plastik bekas itu bisa dikumpulkan, didaur ulang, atau diubah menjadi energi. Tidak perlu menunggu gerakan besar atau kebijakan penguasa atau pejabat untuk bertindak. Langkah kecil pun sudah berarti jika dilakukan secara konsisten.
Kesadaran harus dimulai dari diri sendiri, lalu menular ke sekitar. Percuma mengeluh kepada mereka yang tidak punya kesadaran. Tidak ada alasan untuk menunda perubahan. Jangan menunggu sampai semua orang sadar, karena saat itu tiba, bisa jadi lingkungan kita sudah terlanjur rusak tak bisa diperbaiki.
Jadi, mau tetap abai atau mulai bertindak? Pilihan ada di tangan kita. Sampah plastik tidak akan lenyap dengan sendirinya, dan ekosistem yang rusak tidak akan pulih dalam sekejap. Lebih baik bergerak sekarang sebelum terlambat. Karena kalau kita tidak peduli, maka siapa lagi?
Mobāreze emrūz, āyande-ye rowshan-e fardāst.
Berjuang ini hari, masa depan cerah di esok hari
Tamalanrea mas, 12 Maret 2025
*Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin