MAKASSAR, UNHAS.TV - Senat Meksiko mengesahkan rancangan undang-undang yang menaikkan tarif hingga 50 persen bagi negara-negara yang tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Meksiko, termasuk Cina, Thailand, India, Korea Selatan, dan Indonesia.
Kebijakan yang akan mulai berlaku pada 1 Januari mendatang ini menyasar lebih dari 1.400 jenis produk, seperti kendaraan dan suku cadang otomotif, tekstil, pakaian jadi, baja, plastik, alas kaki, serta peralatan rumah tangga.
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Mursalim Nohong SE MSi CWM menjelaskan, penetapan tarif merupakan instrumen yang lazim digunakan dalam perdagangan antarnegara.
“Kalau kita bicara tentang tarif, tarif itu merupakan salah satu strategi dalam bentuk hambatan dalam perdagangan antarnegara,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penerapan tarif tinggi dilakukan untuk menekan masuknya barang dari luar negeri.
“Ketika negara tertentu menerapkan tarif, itu adalah upaya mereka untuk mencegah masuknya barang-barang yang berasal dari luar negeri. Artinya mereka ingin membatasi impornya,” jelasnya.
Menurut Prof Mursalim, alasan utama Meksiko menetapkan tarif tinggi adalah untuk melindungi industri domestik. “Mereka ingin industri dalam negerinya aman dari persaingan dengan negara-negara lain,” katanya.
Namun, kebijakan tersebut dinilai kurang mempertimbangkan kepentingan negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Ia menyebut Indonesia mengekspor sejumlah komoditas ke Meksiko, seperti kendaraan, plastik, elektronik, dan garmen.
Ia menilai persoalan utama dari kebijakan ini terletak pada ketergantungan ketergantungan masyarakat Meksiko terhadap produk impor. Sebab, industri di Meksiko belum bisa menangani kebutuhan dalam negeri.
Terkait dampak kebijakan tersebut, Prof Mursalim menilai, Indonesia akan terkena dampak Tarif Meksiko, namun tidak signifikan dan bersifat jangka pendek. “Pasti ada dampaknya,” tegasnya.
Ia juga meragukan kebijakan tarif 50 persen tersebut akan bertahan lama. Menurutnya, masyarakat Meksiko justru akan merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut.
”Menurut saya ini hanya dalam jangka waktu singkat, tidak akan bertahan lama kalau mereka berharap dengan 50 persen itu bisa menahan laju impor ke Meksiko,” ujarnya.
Di sisi lain, Prof. Mursalim menilai kebijakan ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk tidak terlalu bergantung pada satu atau dua negara tujuan ekspor.
“Indonesia ini negara kaya. Jangan cuma terpaku pada pasar tertentu. Kita bisa berpaling ke negara lain yang lebih menguntungkan,” pungkasnya.
(Achmad Ghiffary M / Yuzril Reynaldy Tandi / Unhas TV)
Dekan Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Mursalim Nohong SE MSi CWM. (dok unhas tv/ahmad giffari)







