UNHAS.TV - Segelas air es memang menggoda setelah seharian beraktivitas di bawah terik matahari. Rasa haus seolah terhapus seketika oleh dinginnya cairan yang mengalir di tenggorokan. Tapi hati-hati, kesegaran itu bisa berubah menjadi rasa tak nyaman.
Tubuh, yang baru saja bekerja keras menyesuaikan diri dengan panas, bisa bereaksi dengan cara yang mengejutkan, yakni cegukan.
Menurut dr. Marhaen Hardjo, M.Biomed., Ph.D., Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, perubahan suhu ekstrem antara tubuh yang panas dan minuman dingin dapat memicu reaksi spontan pada otot diafragma.
“Otot ini berperan penting dalam proses pernapasan. Ketika tubuh masih panas lalu menerima cairan dingin, diafragma bisa berkontraksi secara tiba-tiba,” jelasnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Kontraksi spontan itu, kata Marhaen, terjadi karena sistem saraf tubuh menerima sinyal mendadak akibat perubahan suhu yang ekstrem.
Otak merespons dengan menarik napas secara refleks, diikuti penutupan pita suara yang cepat—dan muncullah suara khas “hik” dari cegukan. “Ini sebenarnya cara tubuh menyeimbangkan reaksi internalnya,” tambahnya.
Fenomena cegukan memang sering dianggap sepele. Namun, menurut Marhaen, ia bisa menjadi indikator bahwa tubuh sedang mengalami ketidakseimbangan suhu atau rangsangan berlebih di sistem pencernaan.
Beberapa faktor lain yang dapat memicu cegukan antara lain makan atau minum terlalu cepat, konsumsi makanan pedas atau berlemak, serta minuman berkarbonasi atau alkohol. Semua itu, katanya, dapat mengiritasi lambung dan menstimulasi diafragma secara tidak terkendali.
“Perubahan suhu yang tiba-tiba, seperti minum air dingin setelah makan panas, bisa membuat perut ‘kaget’. Akibatnya, sistem saraf otonom bereaksi dan muncullah cegukan,” ujarnya.
Bukan Sekadar “Hik”
Dari sisi medis, cegukan yang berlangsung beberapa detik hingga menit umumnya tidak berbahaya. Namun, jika terjadi berulang atau berkepanjangan, bisa jadi menandakan gangguan saraf atau metabolik tertentu.
Dalam kasus ekstrem, cegukan berkepanjangan bahkan bisa mengganggu pola tidur dan asupan nutrisi seseorang.
Untuk mencegahnya, Marhaen menyarankan agar masyarakat lebih memperhatikan kebiasaan konsumsi sehari-hari.
“Tunggulah beberapa menit setelah beraktivitas berat atau makan panas sebelum meneguk air es. Biarkan suhu tubuh menurun perlahan agar sistem pernapasan dan pencernaan tetap stabil,” katanya.
Selain itu, penting juga untuk menjaga ritme makan dan minum agar udara tidak ikut tertelan ke dalam lambung menjadi salah satu penyebab paling umum dari cegukan.
Ia juga mengingatkan agar tidak langsung berbaring setelah makan atau minum dalam jumlah besar karena dapat memperparah tekanan pada diafragma.
Cegukan dan Mekanisme Tubuh
Dalam dunia medis, cegukan dikenal dengan istilah singultus, berasal dari kata Latin singult, yang berarti “menarik napas tersengal-sengal.”
Reaksi ini melibatkan koordinasi kompleks antara sistem saraf pusat, diafragma, dan pita suara. Ketika diafragma berkontraksi secara mendadak, udara masuk ke paru-paru dalam waktu sangat singkat, dan pita suara menutup dengan cepat—menghasilkan suara khas “hik.”
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suhu ekstrem—baik panas maupun dingin—dapat memengaruhi kerja saraf frenikus yang mengatur kontraksi diafragma. Itulah sebabnya, perubahan suhu mendadak dari dalam atau luar tubuh bisa menjadi pemicu utama.
Meskipun cegukan bukan penyakit, fenomena ini menjadi pengingat bahwa tubuh memiliki cara tersendiri untuk merespons perubahan lingkungan. Ia bukan sekadar gangguan ringan, tapi sinyal alami agar kita lebih memperhatikan keseimbangan tubuh.
Jadi, sebelum meneguk segelas air es setelah terpapar panas, ada baiknya menunggu sejenak. Biarkan tubuh beradaptasi. Kesegaran tetap bisa dinikmati—tanpa perlu dikejutkan oleh suara “hik” yang tiba-tiba.
(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)