Nasional

Perempuan Bugis yang Selalu Dirindukan Quraish Shihab

Quraish Shihab (Ketiga dari kiri) bersama Aba, Puang Cemma, dan saudara-saudaranya

Oleh: Yusran Darmawan*

Dari tanah Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, lelaki itu memulai hari. Bapaknya menginginkan agar dia kelak bisa memberikan pencerahan di kampung halamannya di tanah Bugis. Rupanya dia melampaui semua harapan itu.

Ibunya, Puang Cemma adalah matahari yang tak henti menyinari hidupnya. Puang Cemma mencintai anaknya, jauh melebihi kecintaan pada diri sendiri. Puang Cemma menjadi sosok paling dirindukannya hingga kini.

Lelaki itu: Quraish Shihab.

***

HARI itu, kehebohan terjadi di sungai Salo, Rappang, Sulsel. Seorang bocah hanyut di sungai. Semua warga langsung kalang-kabut. Semuanya lalu menyusuri sungai demi menemukan bocah itu. Bocah yang hanyut adalah cucu dari Puang Cahaa, nama lain dari seorang nenek bernama Zahra. Setelah lama hanyut, bocah itu akhirnya ditemukan. Ia hampir saja tewas oleh derasnya sungai yang membelah Sulawesi.

Bocah hanyut itu adalah Quraish Shihab. Ibunya adalah Puang Asma, atau sering disapa Puang Cemma. Di kalangan warga Bugis, panggilan Puang diberikan kepada seseorang yang bergelar bangsawan. Nenek dari Puang Cemma bernama Puattulada, adik kandung pemimpin Rappang. Pada masa itu, Rappang bergabung dengan Sidendreng lalu melebur menjadi bagian dari Indonesia.

Namun warisan sistem tradisional masih tampak di Rappang. Puang Cemma sangat dihormati masyarakat. Quraish masih ingat persis bahwa saat ibunya hadir di satu pesta pernikahan, maka pengantin dan tuan rumah akan turun dari pelaminan. “Mereka akan datang dan mencium tangan Emma. Namanya juga cucu seorang pemimpin,” katanya.

Di kota kecil Rappang, Quraish mulai mengenali dunia. Ia menggambarkan kota kecil itu sebagai “Swissnya Sulawesi.” Meskipun, di kota ini ia menyimpan trauma ketika nyaris tewas di sungai. Siapa sangka, peristiwa dirinya hanyut di sungai itu selalu menjadi kenangan yang tak pernah bisa dilupakannya.

Setelah adiknya Wardah dan Alwi lahir, ayahnya lalu memutuskan untuk hijrah ke Kota Makassar. Mereka lalu tinggal di Kampung Buton, tepatnya di Jalan Sulawesi, Lorong 194, nomor 7.

Ayah Quraish bernama Habib Abdurahman Shihab, yang merupakan keturunan pejuang Islam asal Hadramaut, Yaman. Quraish memanggil ayahnya dengan panggilan Aba. Sang ayah adalah seorang pengajar studi-studi Islam yang kemudian menjadi guru besar di Institut Agama Islam negeri (IAIN) Alauddin, Ujungpandang.

Karier sang ayah kian meroket hingga menjadi Rektor IAIN Alauddin. Meski demikian, pada masa-masa awal, ayahnya membuka bisnis toko kelontong yang lalu dijagai oleh anak-anaknya.

HALAMAN BERIKUTNYA -->

>> Baca Selanjutnya