MAKASSAR, UNHAS.TV - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV baru-baru ini mengeluarkan peringatan potensi cuaca ekstrem termasuk untuk Kota Makassar.
Intensitas hujan yang tinggi diperkirakan terjadi beberapa hari ke depan. Namun bagi para peneliti kebencanaan, hujan bukan satu-satunya faktor pemicu banjir.
Ketua Flood Disaster Management Research Group (FDMRG) Unhas, Dr Eng Ir Mukhsan Putra Hatta, ST MT, dalam penjelasannya mengenai riset banjir dan sistem manajemen kebencanaan di Makassar.
Menurutnya, penanganan banjir membutuhkan kajian ilmiah yang jauh lebih luas dari sekadar melihat hujan sebagai penyebab tunggal.
"Kami di FDMRG tidak hanya mempelajari cara memitigasi banjir, tetapi mempelajari seluruh siklus bencananya. Ini bukan semata persoalan teknis, tapi juga pendidikan masyarakat dan manajemen risiko", jelasnya dalam program Unhas Speak Up, Selasa (9/12/25).
Mukhsan mengingatkan bahwa air sendiri bukan musuh manusia. "Tujuh puluh persen permukaan bumi adalah air, tapi hanya tiga persen yang air tawar, dan dua pertiganya terjebak dalam es.
"Jadi kalau ada yang bilang air itu bencana, justru sebenarnya itu anugerah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana manusia membangun dan mengelola lingkungannya," ujarnya.
Di sisi lain, perubahan iklim yang makin nyata membuat potensi banjir semakin sulit diprediksi masyarakat awam.
"Kalau kita memahami perubahan iklim secara ilmiah, memang menakutkan. Karena pembangunan manusia terus berlanjut, dan suatu titik nanti kita tidak bisa lagi memitigasi bencana dengan cara-cara lama," sambungnya.
Menurut riset FDMRG, Makassar memang berada pada posisi geografis rentan. Kota ini adalah dataran rendah dengan sejumlah wilayah yang secara alami merupakan tempat tumpahan air dari kawasan hulu.
Salah satu contoh penting adalah kawasan Nipa-Nipa yang berfungsi sebagai daerah limpasan air.
"Kalau daerah itu dirusak, potensi banjir Makassar akan meningkat drastis. Itu sebabnya riset kami dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulsel, bukan hanya pemerintah kota," katanya.
FDMRG telah memetakan hampir seluruh sungai besar di Makassar untuk melihat pola aliran air dan potensi banjir, termasuk Sungai Tallo yang sering menjadi sorotan publik.
Ia juga menepis anggapan salah yang sering beredar di masyarakat terkait Bendungan Bili-Bili.
"Kalau Bili-Bili dibuka lalu daerah sekitar banjir, itu bukan berarti Bili-Bili penyebabnya. Banyak faktor lain yang justru berasal dari kondisi hilir dan daerah resapan yang berubah," lanjutnya.
Mukhsan menilai peringatan BMKG sering dianggap sebagai ramalan, padahal kini sudah berbasis prediksi ilmiah dengan tingkat akurasi tinggi.
Ia menyoroti kebiasaan masyarakat yang menganggap drainase bisa menyelesaikan semua persoalan. Padahal, menurutnya, manajemen air butuh waktu panjang dan perencanaan matang.
"Indonesia kadang menganggap drainase bisa disulap dalam waktu singkat. Belanda saja butuh berabad-abad untuk tidak tenggelam," tuturnya.
Ia juga menyebutkan bahwa di negara-negara maju, biaya pengolahan air limbah justru lebih tinggi dibanding air bersih.
"Itu menunjukkan betapa seriusnya mereka menjaga kualitas lingkungan. Sedangkan kita, untuk air bersih saja masih banyak yang enggan membayar tepat waktu," tambahnya.
Selain faktor alam dan pembangunan, Mukhsan menyinggung masalah klasik yakni perilaku masyarakat.
"Bagi sebagian masyarakat kita, sungai bukan tempat mencari rezeki tapi sekadar tempat membuang apa pun. Padahal itu masalah besar. Ditambah lagi sifat manusia yang ingin tinggal dekat sungai, padahal itu zona rawan," terangnya.
Dalam riset dan simulasi yang dilakukan, tim FDMRG menemukan beberapa pola banjir yang mengonfirmasi kejadian-kejadian besar seperti banjir di Luwu dan sejumlah wilayah Makassar.
"Di beberapa titik seperti Blok 10 Antang, daerah resapan memang selalu banjir, dan itu sesuai simulasi kami. Kalau tidak ada jalan keluar, kita harus berani memindahkan warga, bukan memaksa tinggal di tempat yang jelas berbahaya," katanya.
Menurutnya, masyarakat harus mulai berpikir jangka panjang. "Jangan ngotot tinggal di tempat yang sama jika ancamannya jelas. Kita harus realistis melihat risiko masa depan," lanjutnya.
Mukhsan menyebut bahwa peran lembaga swadaya masyarakat sangat penting dalam edukasi publik dan pendampingan mitigasi.
"Masalah banjir adalah masalah kita bersama. Tidak ada satu lembaga pun yang bisa bekerja sendiri," tambahnya.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas TV)
Ketua Flood Disaster Management Research Group (FDMRG) Unhas, Dr Eng Ir Mukhsan Putra Hatta, ST MT, dalam penjelasannya mengenai riset banjir dan sistem manajemen kebencanaan di Makassar. (dok unhas tv)
-300x165.webp)


 Kota Makassar Dr Helmy Budiman SSTP MM-300x175.webp)




