MAKASSAR, UNHAS.TV - Organisasi kemahasiswaan (Ormawa) tidak hanya menjadi wadah pengembangan minat dan bakat mahasiswa, tetapi juga memiliki peran strategis dalam menjawab persoalan di tengah masyarakat.
Peran tersebut difasilitasi pemerintah melalui program Abdidaya Ormawa, sebuah ajang nasional yang mendorong mahasiswa mengimplementasikan gagasan pengabdian berbasis kolaborasi, pemberdayaan masyarakat, dan keberlanjutan program.
Melalui ajang ini, Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali menorehkan prestasi. Salah satunya diraih oleh Tim Sipatokkong dari UKM Karya Ilmiah dan Penalaran (KPI) Unhas yang berhasil memborong tiga penghargaan nasional.
Penghargaan disabet melalui program Revitalisasi Kawasan Wisata Mattabulu melalui Collaborative Governance Eppa Sulapa terhadap Ekonomi Hijau dan Pariwisata Berkelanjutan Pascabencana.
Dosen pendamping Tim Sipatokkong, Muh Adnan Kasogi MSi, menjelaskan bahwa Abdidaya Ormawa merupakan tahapan lanjutan dari Program Penguatan Kapasitas (PPK) Ormawa.
Sebelumnya, program ini dikenal sebagai PHP2D pada 2020–2021 dan kemudian berubah menjadi PKK Ormawa pada 2021–2022.
“Abdidaya Ormawa dan PIMNAS itu setara. Ini adalah model pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan holistik agar desa yang menjadi lokasi program bisa berkembang kembali,” ujar Adnan.
Ia menekankan bahwa kunci keberhasilan program SIPATOKKONG terletak pada pendekatan berbasis kebutuhan masyarakat, bukan sekadar keinginan tim.
Tahapan awal dilakukan melalui survei dan pemetaan masalah secara komprehensif, dilanjutkan dengan pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat sebagai aktor utama.
“Pemberdayaan ini harus tepat sasaran, inklusif, berkelanjutan, dan berdampak. Kami menggandeng kolaborasi dari skala mikro hingga makro,” tambahnya.
Ketua Tim Sipatokkong, Andi Alif Raihan, menyebutkan tiga penghargaan yang berhasil diraih timnya, yakni Realisasi Kemitraan Terkuat Terbaik II, Dosen Pendamping Terbaik I dengan Pemahaman Pemberdayaan Masyarakat Terbaik, serta Mitra Paling Inovatif Terbaik I.
“Penghargaan ini kami maknai sebagai bukti bahwa pendekatan langsung dengan masyarakat adalah kunci utama pemberdayaan. Ini menjadi motivasi bagi kami untuk memberi dampak yang lebih besar ke depan,” ujar Raihan.
Program Sipatokkong sendiri lahir dari kepedulian sosial terhadap Desa Mattabulu, Kabupaten Soppeng, yang sempat menjadi sorotan nasional akibat bencana pada November 2024.
Saat itu, sembilan wisatawan meninggal dunia dan 114 warga dievakuasi, sehingga berdampak pada citra dan perekonomian desa.
“Kami datang bukan membawa solusi instan, tetapi mendengarkan apa yang dibutuhkan dan dicita-citakan masyarakat. Fokus kami adalah membangkitkan kembali perekonomian desa dan menyiapkan masyarakat agar lebih tangguh menghadapi potensi bencana,” jelas Raihan.
Pendekatan yang digunakan tim Sipatokkong mengusung nilai budaya Bugis Eppa Sulapa, yang mencerminkan empat nilai utama, yakni Macca (cerdas), Malempu (jujur), Magetteng (teguh), dan Warani (berani).
“Nilai ini menjadi dasar pendekatan sosial tim dalam menjalankan program pemberdayaan,” tegas Raihan.
Adnan menilai Mattabulu memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai desa wisata unggulan di Sulawesi Selatan.
“Alamnya ada, sumber daya manusianya unggul, dan potensinya lengkap. Ini hanya perlu dikelola dengan pendekatan yang tepat,” pungkasnya.
Ia menambahkan, sejak awal dirinya menegaskan kepada tim Sipatokkong bahwa tujuan utama program bukan semata-mata mengejar pendanaan.
Menurutnya, capaian medali justru menjadi motivasi yang kuat sekaligus indikator kualitas program pemberdayaan yang dijalankan.
“Judul program ini awalnya terangkat karena adanya persoalan yang viral di media sosial. Namun yang paling menentukan adalah kerja tim dalam melakukan survei awal dan memetakan titik-titik masalah di desa secara menyeluruh,” jelas Adnan.
Ia menilai, kehadiran tim Sipatokkong diterima masyarakat sebagai harapan baru untuk bangkit. Respons positif terlihat sejak pelaksanaan seminar awal hingga kegiatan yang berpindah dari satu dusun ke dusun lainnya.
“Antusiasme masyarakat luar biasa. Dari situ saya sebagai pendamping melihat bahwa program ini memang layak untuk dilanjutkan dan diperjuangkan di tingkat nasional,” tutupnya.
Raihan menambahkan, pihaknya juga mengajak masyarakat luas untuk berkunjung ke Mattabulu. Menurutnya, secara geografis Kabupaten Soppeng kerap disebut sebagai titik tengah Indonesia, dan Mattabulu berada di titik tengah wilayah Kabupaten Soppeng tersebut.
“Ini menjadikan Mattabulu sebagai pilihan destinasi alternatif yang sangat menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki keindahan alam, Mattabulu juga menyimpan nilai strategis dan potensi wisata yang besar,” ujarnya.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas TV)
Tim Sipatokkong dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keilmuan dan Penalaran Ilmiah (KPI) Unhas saat tampil dalam siniar Unhas Speak Up di Unhas TV. (dok unhas tv)


-300x169.webp)
-300x200.webp)




