
Ekologi transenden mengajarkan bahwa menjaga alam adalah menjaga amanah ketuhanan. Credit: European Coatings.
Ekologi transenden muncul sebagai tawaran filosofis dan paradigmatis terhadap krisis ekologi modern yang hanya melihat alam sebagai objek. Dalam pendekatan ini, alam tidak hanya dilihat sebagai ekosistem biologis, tetapi sebagai makhluk yang tunduk kepada tatanan ruhani. Tatanan ini berporos pada para shalihin paripurna yang menjadi pemimpin spiritual semesta. Berbeda dengan pendekatan biosentris, ekosentris, atau bahkan transpersonal ecology yang berusaha menghilangkan dominasi manusia tetapi justru kehilangan sentralitas ruhani, ekologi transenden menempatkan manusia suci sebagai Qutb al-Wujud bukan karena dominasi, tetapi karena maqam spiritualnya. Hanya manusia yang mencapai derajat hikmah dan kesalehan paripurna yang layak menjadi pusat pengelolaan bumi.
Oleh karena itu, relasi dengan alam tidak cukup dengan regulasi dan konservasi, tapi harus dibangun di atas cinta kepada poros spiritual semesta (Qutb al-Wujud). Cinta itulah yang membuat bumi tetap berputar, laut tidak melampaui batas, dan tumbuhan dan binatang tumbuh dalam harmoni. Apa yang kita saksikan hari ini adalah krisis yang lebih dalam dari sekadar krisis lingkungan—ia adalah krisis kepemimpinan ruhani. Dunia kekurangan pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknokratis, tetapi juga terang secara ruhani. Kita butuh pemimpin seperti Ibrahim, yang meminta hikmah sebelum memimpin. Kita rindu pemimpin seperti Yusuf, yang setelah mendapatkan kekuasaan justru memohon husnul khatimah bersama orang-orang saleh.
Kepemimpinan seperti itu tidak lahir dari perebutan kekuasaan, tetapi dari suluk ruhani, pengorbanan, dan kedalaman spiritual. Dan hanya dengan pemimpin seperti itulah, bumi bisa dikelola bukan sekadar untuk keberlanjutan hidup, tetapi untuk keberlangsungan cinta dan rahmat Allah. Ketika para nabi pun masih memohon untuk digolongkan sebagai orang-orang saleh, kita yang jauh dari maqam itu mestinya lebih bersungguh-sungguh lagi untuk menapaki jalan kesalehan yang paripurna. Jalan itu adalah jalan menuju hikmah, menuju cinta kepada poros ruhani semesta, dan pada akhirnya menuju kepemimpinan ilahi yang menjadi tumpuan bagi ekologi transenden. Karena sesungguhnya, hanya dengan cinta kepada orang-orang saleh itulah langit tetap tegak dan bumi tidak tergelincir. Dan hanya dalam cinta seperti itulah, alam semesta bisa menemukan ruhnya yang sejati.
*Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin