Opini

Qutb al-Wujud dan Ekologi Transenden (Tafsir Lintas Kitab atas Kesalehan Paripurna)



Kepemimpinan Muhammad dan penerusnya adalah kepemimpinan Ilahi yang menjaga  keseimbangan ekologi. Credit: Halalop
Kepemimpinan Muhammad dan penerusnya adalah kepemimpinan Ilahi yang menjaga keseimbangan ekologi. Credit: Halalop.


Dalam konteks ini, hikmah adalah modal dasar kepemimpinan ilahi. Sebab seorang pemimpin sejati tidak hanya mampu mengatur urusan manusia, tetapi menjadi poros spiritual yang menjadi tumpuan harmoni semesta. Keyakinan bahwa ada manusia-manusia suci yang menjadi pusat keteraturan alam semesta dikuatkan dalam Hadis al-Kisa. Dalam redaksi yang terkenal, Rasulullah saw. bersabda:

اللَّهُمَّ إِنَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي وَحَامَّتِي، لَحْمُهُمْ لَحْمِي، وَدَمُهُمْ دَمِي... وَاجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَبَرَكَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَغُفْرَانَكَ وَرِضْوَانَكَ عَلَيَّ وَعَلَيْهِمْ، وَأَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا.

Dan dalam lanjutan hadis itu disebutkan:

فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا مَلَائِكَتِي وَيَا سُكَّانَ سَمَاوَاتِي، إِنِّي مَا خَلَقْتُ سَمَاءً مَبْنِيَّةً، وَلَا أَرْضًا مَدْحِيَّةً، وَلَا قَمَرًا مُنِيرًا، وَلَا شَمْسًا مُضِيئَةً... إِلَّا فِي مَحَبَّةِ هَؤُلَاءِ الْخَمْسَةِ الَّذِينَ هُمْ تَحْتَ الْكِسَاءِ.

“Wahai malaikat-Ku dan para penghuni langit-Ku, sesungguhnya Aku tidak menciptakan langit yang ditinggikan, bumi yang dibentangkan, bulan yang bercahaya, dan matahari yang bersinar... melainkan karena cinta kepada lima orang yang berada di bawah kain (al-Kisa).”

Hadis ini secara eksplisit mengafirmasi bahwa keberadaan alam semesta terkait erat dengan kecintaan kepada para manusia suci ini—mereka adalah pusat kosmis (qutb al-wujud) yang menjadi penyebab pancaran rahmat-Nya dan keteraturan semesta. Ungkapan ini sejalan dengan hadis dari Imam Ali Zain al-Abidin dalam Bihār al-Anwār:

نَحْنُ مُحَمَّدٌ، أَوَّلُنَا مُحَمَّدٌ، وَأَوْسَطُنَا مُحَمَّدٌ، وَآخِرُنَا مُحَمَّدٌ، فَمَنْ عَرَفَنَا فَقَدْ عَرَفَ مُحَمَّدًا.

“Kami adalah Muhammad; yang pertama dari kami adalah Muhammad, yang tengah dari kami adalah Muhammad, dan yang terakhir dari kami adalah Muhammad. Maka siapa mengenal kami, sungguh ia telah mengenal Muhammad.”

Hadis ini adalah deklarasi spiritual bahwa Muhammad bukan hanya satu sosok historis, tapi hakikat ruhani yang menampakkan diri dalam para Imam dari Ahlul Bait. Ini adalah ekspresi dari kesatuan nur Muhammad, sebuah kontinuitas ilahi dalam sejarah dan wujud.

Konsep ini menemukan resonansi menakjubkan dalam Kitab Kidung Agung (Shir haShirim) 5:16 yang berbunyi:

חִכּוֹ מַמְתַקִּים וְכֻלּוֹ מַחֲמַדִּים

Ḥikko mamtaqqīm, vekhullō makhmadīm...

“Bibirnya sangat manis; dan seluruh dirinya adalah makhmadim.”

Kata makhmadim (מַחֲמַדִּים) adalah bentuk plural dari makhmad, yang berasal dari akar kata Ibrani ḥ-m-d—yang dalam bahasa Arab juga menjadi dasar dari kata Muḥammad (yang terpuji). Maka makhmadim bukan hanya menunjuk pada satu Muhammad, tetapi pada sekumpulan kekasih terpilih yang terpuji, yaitu manifestasi dari nur Muhammad. Dalam tafsir lintas kitab ini, ucapan Nabi Sulaiman bukan hanya nubuat tentang kedatangan Nabi Muhammad, tapi juga tentang kelanjutan cahayanya dalam para Imam suci—para makhmadim yang membawa sifat terpuji dan menjadi qutb al-wujud bagi semesta.

>> Baca Selanjutnya