Internasional

“Saya Malu Uang Kuliah Saya Digunakan untuk Mendanai Genosida di Gaza”: Pidato Wisuda Mahasiswi George Washington University (GWU) yang Menggetarkan Hati

GWU

WASHINGTON D.C.,UNHAS.TV- Di tengah tepuk tangan yang membahana, Cecilia Culver berdiri tegak di podium upacara wisuda George Washington University (GWU), membawa pesan yang jauh dari nuansa perayaan kelulusan biasa (18/5). Mahasiswi lulusan jurusan Ekonomi dan Statistika ini tak hanya menyampaikan terima kasih atau kenangan manis semasa kuliah—ia justru mengangkat suara lantang tentang krisis kemanusiaan di Gaza, menyebut langsung universitas tempatnya belajar sebagai bagian dari sistem yang menurutnya membiayai genosida.

“Selama lebih dari setahun, kita telah menyaksikan genosida terhadap rakyat Palestina,” ucap Culver dalam pidatonya yang penuh emosi. “Saya tidak bisa merayakan kelulusan ini dengan hati yang ringan, ketika saya tahu begitu banyak mahasiswa di Palestina harus berhenti belajar, diusir dari rumah mereka, bahkan dibunuh hanya karena tetap bertahan di tanah leluhur mereka.”

Sorotan utama dalam pidatonya adalah tudingan terhadap hubungan keuangan GWU dengan entitas yang menurutnya terlibat dalam perang di Gaza. Ia menyatakan malu mengetahui bahwa uang kuliahnya digunakan untuk mendanai kekerasan yang sedang berlangsung. “Saya malu karena uang kuliah saya digunakan untuk membiayai genosida ini,” katanya dengan suara bergetar namun tegas.

Culver tak hanya berhenti pada kritik. Ia juga menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap sikap pimpinan universitas yang menurutnya menutup telinga terhadap seruan moral mahasiswa. “Meski telah berulang kali kami mendesak agar GWU membuka informasi tentang seluruh dana dan investasinya, serta menarik dana dari negara apartheid Israel, pihak universitas tetap menolak. Bahkan, mereka menekan siapa saja yang punya keberanian mengungkap noda darah di tangan mereka.”

Pidatonya ditutup dengan seruan moral yang mengundang sorakan dan tepuk tangan sebagian besar hadirin. “Saya mengajak seluruh angkatan 2025 untuk menahan donasi dan terus memperjuangkan keterbukaan serta pemutusan hubungan dengan sistem penindasan. Tak seorang pun di antara kita benar-benar bebas, sebelum Palestina bebas.”

Pidato Culver datang di tengah meningkatnya sorotan dunia terhadap konflik di Gaza, yang kini telah berlangsung lebih dari satu tahun. Lebih dari 53.000 warga Palestina—mayoritas perempuan dan anak-anak—telah meninggal sejak Oktober 2023. Situasi ini makin memburuk setelah Israel melancarkan operasi militer besar-besaran bertajuk Operation Gideon's Chariots pada 17 Mei lalu. Sementara itu, blokade ketat yang diberlakukan sejak Maret 2024 telah memutus pasokan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan ke wilayah Gaza, mendorong wilayah tersebut ke ambang kelaparan.

Di tengah keheningan institusi pendidikan tinggi dan banyaknya suara mahasiswa yang dibungkam, pidato Cecilia Culver mencuat sebagai satu titik nyala—sebuah pengingat bahwa ruang akademik seharusnya menjadi tempat di mana suara hati nurani tetap bergema, bahkan dalam suasana yang sarat formalitas seperti upacara kelulusan.(*)

Saksikan dan simak pidato menggetarkan dari 
Cecilia Culver berikut ini: